Jakarta, Teritorial.com – Sejumlah empat produsen beras diduga melakukan pelanggaran mutu dan takaran beras.
Keempat perusaan tersebut yakni, Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Hingga kini, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipikesus) Bareskrim Polri masih memeriksa empat produsen beras terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Adapun perusahaan-perusahaan tersebut diketahui mengelola beberapa merek beras yang saat ini beredar di pasaran.
Wilmar Group, misalnya, mengelola Sania, Sovia, Fortune, dan Siip.
Merek-merek ini juga ikut terseret dalam proses penyelidikan Polri.
Tak hanya itu, beras premium seperti Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos yang diproduksi oleh Food Station Tjipinang Jaya juga masuk dalam daftar.
Merek lainnya yakni Raja Platinum dan Raja Ultima produksi PT Belitang Panen Raya, serta merek Ayana milik PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Adapun perusahaan yang telah dimintai keterangan oleh Satgas Pangan Polri di antaranya adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan Polri.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengakui maraknya beras oplosan yang beredar di pasar tradisional dan ritel modern.
Sekilas, kemasan beras oplosan tampak premium, sekalipun isinya telah dicampur alias menipu.
Berdarkan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri mengungkapkan setidaknya ada 212 merek beras yang terbukti tidak memenuhi standar mutu, baik dari sisi berat kemasan, komposisi, hingga labelnya.
Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan 5 kilogram (kg), padahal isinya hanya 4,5 kg.
Banyak di antaranya juga mengeklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.
“Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram,” ungkap Amran.
Praktik oplosan beras berpotensi merugikan konsumen hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun.
Kepala Divisi Unit Beras PT SUL, Carmen Carlo Ongko, mengatakan bahwa pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.
Ia mengungkap bahwa langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” jelas Carmen dalam pernyataan resminya.
Carmen juga menambahkan bahwa pengawasan internal perusahaan dilakukan secara berkala dan ketat, mencakup aspek takaran, kebersihan, serta pelabelan produk.
“Kami belum menerima hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berlangsung, namun tetap terbuka terhadap evaluasi dan terus secara rutin melakukan langkah perbaikan demi menjamin kualitas produk untuk masyarakat,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso, menyampaikan pihaknya akan melakukan koordinasi dan pengecekan lebih lanjut terkait pemeriksaan tersebut.
“Saya akan koordinasi, dan men-cross check dulu,” ungkap Karyawan.
(*)