Jakarta, Teritorial.Com – Menemui kejanggalan dalam regulasi, pemerintah masih mempelajari keputusan Uni Eropa untuk menunda larangan impor minyak sawit hingga tahun 2030. Pemerintah menyatakan akan berhati-hati mengenai keputusan ini.
“Kita masih mempelajari, kita sudah paham bahwa phase out palm oil dari dari 2021 sudah bergeser ke 2030, tapi yang harus kita perhatikan apakah phase out-nya itu hanya palm oil, harus hati-hati jadi kita lihat,” katan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta dilansir dari Detikcom, Kamis (28/6/2018).
Indonesia sebagai negara terbesar penghasil CPO, dan memegang kendali lebih dari 76% penjualan CPO di Indonesia bersikeras masih akan terus menggali soal sebab penundaan tersebut. Hal ini tersebut seolah pihak Uni-Eropa telah menetapkan peraturan secara sepihak. “Jadi yang pertama itu yang diarahkan Pak Menteri jangan sampai itu nanti hanya palm oil, tapi sifatnya harus tidak diskriminatif, artinya semua vegetable oil,”tambahnya.
“Kedua, kriterianya kemungkinan akan bergeser, kita harus perhatikan, ILUC misalnya, indirect land use change, gitu kan. Kriterianya itu seperti apa, jangan sampai nanti kemasannya diskriminasi tidak ada, tapi direct kriteria itu ternyata mendiskriminasikan palm oil. Karena kan ada ILUC, high conservation carbon, ada biodiversity, ada 7 metodologi,” jelasnya.
“Jadi kita harus perhatikan itu semua, dan arahan Pak Menteri untuk lebih terlibat dalam studi yang akan mereka lakukan. Sehingga kita harus memastikan bahwa sawit tidak terdiskriminasi,” pungkasnya. (SON)