Jakarta, Teritorial.com – Shell yang saat ini mengoperasikan lebih dari 46.000 lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di seluruh dunia, berencana menutup 1.000 SPBU pada akhir tahun 2025.
Meskipun jumlah tersebut kurang dari tiga persen, namun perusahaan yang berbasis di London ini menyatakan langkah tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan stasiun pengisian daya publik untuk kendaraan listrik.
“Kami sedang meningkatkan jaringan ritel kami, dengan penambahan fasilitas pengisian daya kendaraan listrik dan layanan yang lebih nyaman, sebagai respons terhadap perubahan kebutuhan pelanggan,” kata raksasa minyak dan gas itu dalam dokumen Strategi Transisi Energi 2024.
“Totalnya, kami berencana untuk melepas sekitar 500 SPBU milik Shell (termasuk usaha patungan) per tahun pada 2024 dan 2025,” kata perusahaan.
Shell belum menyebutkan lokasi spesifik SPBU yang akan ditutup. Namun, mereka menjelaskan target pembangunan stasiun pengisian daya kendaraan listrik (EV).
Pada tahun 2023, Shell memiliki 54.000 titik pengisian daya global. Mereka berharap jumlah tersebut meningkat menjadi 70.000 pada tahun 2025, dan menjadi 200.000 pada akhir dekade ini.
“Kami berfokus pada pengisian daya publik, daripada pengisian di rumah, karena kami yakin ini yang paling dibutuhkan pelanggan,” tulis perusahaan itu.
“Kami memiliki keunggulan kompetitif lainnya, seperti layanan ritel yang nyaman, yang memungkinkan kami menawarkan kopi, makanan, dan barang kebutuhan lainnya kepada pelanggan saat mereka mengisi daya mobil mereka,” tambah perusahaan.
Sebagai informasi, saat ini sebagian besar SPBU mereka berada di China. Eropa merupakan pasar signifikan lainnya, sementara hanya sebagian kecil yang terletak di Amerika.
Selain fokus pada pengisian daya, Shell juga berencana mengembangkan bahan bakar elektrik (e-fuel) sebagai bagian dari strategi 2030 mereka. Perusahaan berencana memasok biofuel nabati dan bahan bakar berbasis hidrogen ke industri penerbangan dan pelayaran di masa depan.