Tantangan Ekonomi Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin

0

Teritorial.com – Terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo yang kali ini berpasangan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024 diharapkan dapat memberikan solusi bagi tantangan Ekonomi yang menunggu di depan. Diantaranya yaitu utang yang membengkak dan pembangunan infrastruktur yang belum selesai.

Hingga Desember 2018, total utang pemerintah tercatat sebesar Rp4.418,30 triliun. Angka ini setara 29,98% dari PDB dan masih di dalam batas yang ditetapkan yaitu 60% dari PDB.

Realisasi tersebut mengalami kenaikan sebesar 10,59 bila dibandingkan dengan posisi tahun 2017 dimana utang pemerintah tercatat sebanyak Rp3.995,25 triliun.

Catatan utang hingga akhir tahun 2018 tersebut didapatkan pemerintah dari beberapa sumber yaitu pinjaman dalam negeri sebesar Rp6,57 triliun dan dari luar negeri sebesar Rp805,62 triliun. Kemudian dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.612,69 triliun.

Berdasarkan data Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Kemenkeu, pada 2019 rencana pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN mencapai Rp825,70 triliun. Jika dibagi dalam jumlah hari selema setahun, maka dalam sehari rata-rata Kemenkeu menerbitkan SBN hingga Rp2,26 triliun.

Rencana penerbitan SBN tersebut terdiri dari SBN netto sebesar Rp388,96 triliun, untuk kebutuhan pembayaran utang jatuh tempo sepanjang 2019 sebesar Rp382,74 triliun, dan berupa SBN cash management sebesar Rp54 triliun.

Komposisi SBN tersebut nantinya akan diserap oleh investor domestik antara 8% hingga 86%, sementara untuk investor asing 14% hingga 17%. Target penerbitan SBN pada semester I-2019 mencapai 50% hingga 60% dari target gross penerbitan SBN. Sementara jumla penerbitan SBN dalam denominasi rupiah mencapai 52% dari rencana penerbitan SBN.

Kurangnya pendapatan pemerintah dalam memungut pajak, maupun dalam mengelola transaksi perdagangan, serta investasi menyebabkan kebutuhan APBN tak terpenuhi. Sehingga, untuk memenuhi kekurangan tersebut pemerintah terpaksa menerbitkan SBN. Pada 2020 diprediksi jumlah SBN yang akan diterbitkan pemerintah dipastikan akan lebih besar lagi.

Terkait pembangunan infrastruktur, Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik tiga trauma dibalik pembangunan infrastruktur oleh Jokowi yaitu, over supply, over price, dan over borrow.

Over supply adalah pengeluaran yang dianggap berlebihan terhadap suatu hal. Seperti halnya rencana meningkatkan pasokan listrik hingga 35 ribu mega watt. Padahal membangun 16 ribu mega watt saja sebenarnya sudah cukup. Dengan dibangunya listrik hingga 35 ribu mega watt PLN dikhawatirkan akan rugi karena harus membayar subsidi sebesar US$10,5 juta kepada swasta setiap tahun.

Sedangkan over price menurut Rizal dapat dicontohkan seperti pembangunan yang dilakukan oleh BUMN. Menurutnya, BUMN terkesan memahalkan setiap biaya pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol.

Selain itu Rizal juga menilai bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia cenderung over borrow, dimana saat BUMN tidak punya uang, maka sebagian dana yang dibutuhkan akan disubsidi dari APBN dan BUMN sendiri harus meminjam. Kalau dilihat balance sheet BUMN, kenaikan utang tinggi sekali, sementara kemampuan untuk dapat revenue sedikit sekali.

Hal tersebut menyebabkan return on equity (rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari investasi pemegang saham di perusahaan tersebut) dan return on asset-nya relatif rendah. Rizal menganggap pembiaran terhadap ketiga masalah tersebut dapat menyebabkan masalah dimasa mendatang.

Share.

Comments are closed.