Jakarta, Teritorial.Com – Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi berharap BSSN memiliki kewenangan sendiri dalam hal penindakan. Djoko menyampaikan hal tersebut seusai dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala BSSN di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/1).
“Nanti mestinya badan siber punya wewenang. Jadi badan siber punya wewenang mestinya, jadi bisa menindak langsung, bisa menangkap, menindak, dan diserahkan ke pemerintah,” harap Djoko.
Ia menilai, tanpa adanya kewenangan untuk melakukan penindakan, maka BSSN tak bisa bekerja secara optimal. Menurutnya, Presiden pun meminta agar BSSN menggandeng lembaga lainnya seperti BIN dan Polri dalam melaksanakan tugasnya.
Nanti kita lihat undang-undangnya. Sedang disusun, saya berharap sih bisa menindak. Karena kalau ada badan siber tidak bisa menindak juga percuma,” kata dia.
Lebih lanjut, menjelang tahun politik ini, Djoko pun memastikan lembaga di bawah kepemimpinannya tak akan berpihak dan bersikap netral. BSSN, kata dia, akan membantu mengamankan baik instansipemerintah maupun WNI dalam menangani masalah siber.
Beliau (Presiden) mengarahkan bahwa kemampuan inidi samping untuk instansi pemerintah, juga ke BUMN juga ke privat bahkan kewarga negara,” tambah dia.
Ia menjamin seluruh kegiatan di dunia siber akan mampu dikendalikan oleh lembaga ini. Termasuk masalah ujaran kebohongan atau hoaks serta penanggulangan terorisme bersama kepolisian.
Seperti Kopkamtib Di era Orba.
Tentunya bila memang BSSN memiliki kewenangan tersebut, maka lembaga yang langsung di bawah Presiden ini akan seperti Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau (Kopkamtib) yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Jend Soeharto dan didirikan pada tanggal 10 Oktober 1965.
Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi atau non-militer yang melaksanakan tugas dan program Kopkamtib.
Sebelum dibubarkan, Kopkamtib sesuai Keppres No.47/1978 mempunyai 4 fungsi utama mengkoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan dalam pemeliharaan stabilitas keamanan dan ketertiban nasional.
Lalu serta mencegah kegiatan dan menumpas sisa-sisa G30S/PKI, subversi dan golongan ekstrem lainnya yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat yang membahayakan keselamatan dan keutuhan negara, bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kopkamtib juga mencegah pengaruh moral dan mental yang di timbulkan oleh peristiwa G 30 S PKI dan aliran kebudayaan lainnya yang bertentangan dengan moral, mental dan kebudayaan berdasarkan Pancasila.
Membimbing masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dan ikut bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban
Dalam wacana hukum dan organisasi, Kopkamtib diarahkan menjadi badan keamanan militer secara darurat yang dimulai dengan dideklarasikannya undang-undang subversi tahun 1957.
Sruktur yang ada dalam undang-undang inilah yang kemudiaan memberi inspirasi untuk melahirkan Keppress No.47/1978 tentang organisasi Kopkamtib yang memiliki Laksusda di tingkat Kodam dan Laksuswil ditingkat Kowilhan hingga September 1988 diganti dengan Bakorstanas