Jakarta, Teritorial.com – Upacara serah terima jabatan U.S Pacific Command (U.S PACOM) dari Laksamana Harry Binkley Harris Jr. kepada Laksamana Phil Davidson, yang kemudian dilanjutkan dengan Pergantian nama U.S PACOM menjadi U.S Indo-Pacific Command merupakan pengakuan atas meningkatnya konektivitas dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal tersebut tentunya sejalan dengan kebijakan global Amerika Serikat menggantikan istilah Asia-Pasifik dengan Indo-Pasifik.
Menyadari akan konsekuensi dari konektivitas dua samudera tersebut, Amerika Serikat tentunya sangat memamahi tentang bagaimana selanjutnya mengenai tatanan keamanan maritim yang nantinya mampu menjawab akan berbagai macam bentuk ancaman dan tantangan terhadap aspek-aspek strategis dari domain maritim itu sendiri.
Jauh sebelum istilah Indo-Pasifik, sejumlah negara di Asia telah terlebih dahulu membentuk forum kerja sama maritim seperti Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), The Indian Ocean Naval Symposium (IONS), Indian Ocean Rim Association (IORA), kemudian ASEAN Regional Forum (ARF) yang penekanannya lebih mengarah pada upaya perwujudan tata kelola kawasan (Girish Gujar & Yan, 2014).
Sebelum melangkah lebih jauh, apa yang dimaksud dengan keamanan maritim sebuah situasi ataupun tujuan akhir dari upaya tentang pemeliharaan perdamain serta stabilitas keamanan kawasan khususnya di zona maritim. Sudah termasuk didalamnya mengenai SLOCs, proteksi keamanan di luat, hingga upaya pencegahan berbagai bentuk tindak kejahatan maritim. Namun ketika cakupannya diperbesar maka pengamanan sumber daya kelautan, sekaligus akses terhadap sumber biota laut sebagai bentuk perlindungan terhadap lingkungan juga termasuk kedalam zona keamanan maritim (Feldt, Roell, & Thiele, 2013).
Memasuki era kontemporer, perluasan ancaman non-militer turut berpengaruh terhadap konsep pemahaman kemaritiman itu sendri. Hal ini diperjelas ketika berbagai tindakan seperti imigran gelap, pencurian sumber daya kelautan, terorisme maritim, penyelundupan narkotika, pembajakan, pengambangan dan uji coba senjata militer, hingga bencana alam di laut, sekarang ini termasuk dalam cakupan keamanan maritim. Dapat dipahami bahwa ancaman non-tradisional tersebut pada umumnya juga dikaitkan sebagai salah satu tolak ukur penting dalam meninjau ulang konsep keamanan maritim khususnya memasuki era Indo-Pasifik (Marsetio, 2014).
Lebih dari 90% transaksi perdagangan global memadati hampir keseluruhan titik wilayah jalur perairan strategis dunia, lebih dari 75% dari total tersebut memadati perairan Hindia yang kemudian menyebrang ke Pasifik. kesepakatan negara melakukan pengawasan terpadu terhadap keamanan maritim baik dalam skala lokal, kawasan hingga global telah terbentuk melalui platform yang sebelumnya telah diberlakukan.
Namun ironinya platform yang ada tidak serta merta mampu mengakomodasi atau bahkan membatasi perilaku negara-negara dominan di kawasan. Hukum laut internasional diatas kesepatakan UNCLOS nampaknya juga belum pada taraf yang mempu mengikat dan menjamin setiap prilaku negara untuk tunduk pada aturan yang berlaku. Adapun perkembangan paradigma regionalisme dalam beberapa dekade terakhir menemui kebuntuan ketika pembahasan keamanan maritim berbenturan dengan fenomena persaingan strategis AS-Cina (Brewster, 2010).
Sebagai sebuah diskursus yang berkembang, Indo-Pasifik kemudian turut mempengaruhi setiap sudut pandang negara di kawasan terhadap SLOCs hingga kebebasan dalam bernavigasi. Fenoma tersebut menjadi penting untuk dipahami lantaran hingga saat ini, negara-negara litoral Indo-Pasifik masih menyisahkan tantangan signifikan yang bersumber dari warisan konflik Asia-Pasifik yang bermuara pada pertarungan kepentingan geostrategi sejumlah negara-negara di kawasan.
Persaingan strategis AS-Cina setidaknya telah memaksa dunia internasional untuk menyaksikan sesuatu hal yang hampir selalu terjadi secara simultan lantaran konflik kepentingan berlangsung disegala aspek. Pertaruhan akan keamanan maritim terkadang juga menghadirkan sebuah paradoksal, polarisasi pembagunan kerja sama yang justru berujung pada persaingan strategis. Hal tersebut sebagai gambaran bahwa domain maritim tak ubahnya ajang pertarungan yang mana keberpihakan AS terhadap India sama halnya strategi membendung dominasi Cina baik dari segi ekonomi maupun militer. Hal inilah yang juga menjadi alasan kuat AS akan pentingnya membangun aliansi strategis dengan India, Jepang, dan Australia (Ghosh, Vol 11, 2011).
Sebagaimana Grand Strategy AS, Free Open Indo-Pacific (FOIP) menjadi momok penghalang bagi Cina mewujudkan One Belt One Roots (OBOR). Dengan ini maka, hegemoni AS menjadi bagian dalam operasi penolakan terhadap proyeksi global Cina tersebut. Apa yang kemudian hadir setelahnya sudah pasti menghantarkannya pada perubahan tantangan dan peluang dari konsep keamanan maritim. Ancaman non-tradisional kian meluas, bersamaan dengan meningkatnya persaingan strategis AS-Cina (Swaine, 2018).
Tidak secara langsung berada pada posisi saling kontak senjata, namun skema balancing power tetap menjadi warisan konflik Asia-Pasifik sebelumnya. Keberadaan U.S Indo-Pacific Command secara otomatis meningkatkan gelar pasukan AS dikawasan tersebut. Sebagai wujud dari operasi keamanan maritim, hegemoni AS memposisikan diri sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk pelanggaran yang terjadi diwilayah tersebut (Izuyama & Kurita, 2017).
Penulis: Sony Iriawan Alumnus Universitas Pertahanan, Pemerhati Studi Geopolitik dan Keamanan Internasional.
Referensi
Brewster, D. (2010). “An Indian Sphere of Influence in the Indian Ocean?” Security Challenges. Brewster Vol 20, No 4.
Feldt, L., Roell, P., & Thiele, R. D. (2013). Maritime Security: Perspectives for a Comprehensive Approach. ISPSW Strategy Series, 3.
Ghosh, P. ( Vol 11, 2011). Security Challenges from Non-State Actors in the Indian Ocean. Strategic Trends , 18.
Girish Gujar, P. G., & Yan, H. (2014). A Strategy for Securing the Maritime Commons. Stimson Center, 123.
Izuyama, M., & Kurita, M. (2017). “Security in the Indian Ocean Region: Regional Responses to China’s Growing Influence”. Goerge Washington University, East Asian Strategic Review.
Marsetio. (2014). Sea Power Indonesia. Unhan Press, 56 .
Swaine, M. D. (2018). “Creating an Unstable Asia: the U.S. Free and Open Indo-Pacific Strategy”. Foreign Affairs: Carnegie Endowment for International Peace, 2.