Jakarta, Teritorial.Com – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan Indonesia periode 2018 mengalami defisit USD8,57 miliar. Jika ditarik ke belakang, realisasi neraca perdagangan Indonesia periode 2018 merupakan yang terburuk sejak Indonesia merdeka.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengungkapkan pada 2012, neraca dagang Indonesia mengalami defisit USD1,7 miliar. Kemudian, pada 2013 Indonesia juga mengalami defisit USD4,08 miliar dan 2014 defisit sebesar USD1,89 miliar. “Pada 2018, defisit kita USD8,57 miliar. Kalau kita mundur kebelakang, defisit di 2012 sebesar USD1,7 miliar, 2013 defisit USD4,08 miliar, dan 2014 defisit USD1,89 miliar,” katanya di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Jika ditelusuri lebih lanjut, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebanyak enam kali. Periodenya adalah tahun 1945, 1975, 2012, 2013, 2014, dan 2018. Menurut data BPS, di tahun 1975, Indonesia mengalami defisit sebesar USD391 juta. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti, menjelaskan, sayangnya mengenai data defisit periode 1945 masih didalami oleh BPS.
“Kalau yang tahun 1975 itu defisit. Tapi yang sebelum itu, sedang kami kumpulkan lagi. Tapi yang ini (tahun 2018) yang paling besar. Tapi sejak kapannya, kita belum mau menyebut,” terangnya.
Defisit perdagangan tahun 2018 ini, kata Suhariyanto, menjadi pelajaran berharga untuk Indonesia di masa datang. Indonesia harus bisa menekan defisit neraca perdagangan, dengan meningkatkan ekspor. Pemerintah sendiri mengklaim sudah menggulirkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan ekspor, seperti insentif untuk industri berorientasi ekspor, penyederhanaan perizinan, menurunkan biaya logistik, dan diversifikasi pasar.
Selain itu, pemerintah juga berusaha mengendalikan impor dengan mengerem laju 1.147 komoditas konsumsi dan modal. Serta berupaya menerapkan mandatori biodiesel 20% (B20). “Perlu jadi catatan, namanya kebijakan kan tidak langsung terimplementasikan. Kita berharap kebijakan kedepan akan semakin bagus,” tandasnya.