Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sempat melemah beberapa waktu terakhir. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Rp 14.308. Dari data Reuters, dolar AS tercatat Rp 14.300 dengan tertinggi Rp 14.330 dan terendah Rp 14.260.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan menguatnya Dolar AS tidak hanya berdampak pada Indonesia tetapi juga secara global.
Salah satu penyebabnya yaitu pernyataan bank sentral AS Federal Reserve yang tak akan menaikkan atau menurunkan suku bunga. Namun, pernyataan tersebut berbeda dengan ekspektasi pasar yang menginginkan The Fed menurunkan suku bunga.
“The Fed memberi sinyal tidak akan menaikkan atau menurunkan suku bunga, sedangkan ekspektasi pasar adalah The Fed menurunkan suku bunga kebijakannya,” ujar Nanang
Selain itu, statement Presiden Donald Trump yang berencana mengenakan bea impor terhadap berbagai produk Cina senilai US$200 miliar dalam pekan ini berdampak pada menguatnya nilai Dolar AS disertai anjloknya nilai tukar mata uang dan pasar saham di kawasan Asia.
Menurut Nanang, dinamika seperti ini memang bisa berubah dalam waktu singkat. Pernyataan Trump akan berpengaruh untuk jangka pendek. “Statement presiden AS ini luar biasa dan memicu jatuhnya harga saham di China dan ini lebih ke risk off global jangka pendek dan disikapi sebagai fluktuasi yang biasa,” ungkap Nanang.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Nanang mengatakan BI telah melakukan triple intervensi untuk menjaga pelemahan rupiah agar tidak terlalu dalam. “Bank Indonesia pada hari ini melakukan stabilisasi melalui triple intervensi, baik di pasar spot secara terukur, kemudian Bank Indonesia juga masuk ke pasar SBN (Surat Berharga Negara) untuk mencegah berlanjutnya arus dana keluar dari SBN yang dapat berdampak lanjutan ke kurs rupiah dan Bank Indonesia juga inject liquidity DNDF (Domestic Non-Delivery Forward) di pasar agar perbankan maupun nasabah bank bisa melakukan hedging melalui DNDF,” jelas Nanang.
