Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor Indonesia menurun hingga 13,1% secara tahunan. Akibatnya investor asing langsung meninggalkan pasar saham Indonesia setelah mendengar rilis data perdagangan internasional periode April 2019.
Angka dari BPS tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 6,2% saja. Sementara itu, impor melemah sebesar 6,58%, lebih baik dibandingkan konsensus yang memperkirakan jatuh sebesar 11,36%.
Pada bulan April, neraca dagang Indonesia membukukan defisit seniali US$ 2,5 miliar dimana menjadi defisit yang pertama dalam 3 bulan terakhir. Pada bulan Februari lalu neraca dagang Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 330 Juta dan pada bulan Maret, Indonesia surplus senilai US$ 540 juta.
Sebelum data perdagangan diumumkan internasional diumumkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp12,3 miliar di pasar saham Indonesia. Kini, nilai jual bersihnya bertambah tiga kali lipat mencapai Rp37,9 miliar.
Sementara itu, IHSG yang sebelum rilis data perdagangan internasional hanya melemah tipis 0,06% kini sudah jatuh sebesar 0,71% ke level 6.028,21.
Defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sangat sulit untuk diredam akibat defisit neraca dagang yang begitu besar. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.435/dolar AS. Akibatnya investor asing berpotensi menanggung kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham Indonesia.
Saham-saham yang banyak dilepas investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 92,2 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 65,5 miliar), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 20,4 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 13,8 miliar), dan PT Bukit Asam Tbk/P