Jakarta, Teritorial.Com – Mantan Kapolda Metro Jaya, Komjen M Iriawan besok akan dilantik menjadi Pj Gubernur Jawa Barat. Wacana awal tahun yang sempat memunculkan pro dan kontra itu ternyata jadi nyata. Nama M Iriawan (saat itu berpangkat Irjen dan menjabat Asisten Kapolri Bidang Operasi) muncul sebagai kandidat Pj Gubernur Jabar pada Januari 2018.
Nama Iriawan diusulkan bersama dengan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin untuk menjadi Pj Gubernur Sumut. Keduanya diwacanakan akan mengisi posisi gubernur setelah Ahmad Heryawan dan Tengku Erry habis masa jabatannya.
“Dalam pengarahannya, Bapak Wakapolri menyampaikan ada dua perwira tinggi Polri yang dipercaya untuk memimpin sementara dua wilayah provinsi, yaitu Jawa Barat dan Sumatera Utara,” ujar Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri saat itu, Kombes Martinus Sitompul kepada wartawan, Kamis (25/1/2018).
Saat itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengakui dia yang meminta nama-nama tersebut. “Prinsipnya pejabat eselon I. Saya yang minta,” kata Tjahjo pada Kamis (25/1/2018).
Tjahjo saat itu berpegang pada UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 201 dan Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Isinya, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya.
Jawa Barat bukan wilayah asing bagi perwira tinggi Polri yang akrab dipanggil Iwan Bule ini. Dia pernah menjadi Kapolda Jabar pada Desember 2013 hingga Juni 2015. Pada September 2016, Iwan Bule diangkat jadi Kapolda Metro Jaya.
Saat itu, pengamanan rangkaian ‘Aksi Bela Islam’ yang dikenal dengan aksi 411, 212, 313, jadi fokus kepolisian. Setelah sekitar setahun menjadi Kapolda Metro, Iriawan dimutasi ke posisi Asisten Operasi Kapolri hingga sekarang. Selama jabatan ini, dia ikut turun dalam evakuasi warga di Papua yang disandera kelompok kriminal bersenjata pada November 2017.
Usulan polisi aktif jadi Pj Gubernur ini lalu menuai pro dan kontra. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon saat itu bahkan menolak wacana tersebut karena hal itu mengarah pada kecurangan dalam pilkada dengan mengarahkan mesin birokrasi.
“Anggapan masyarakat langsung tertuju ke sana. Ya kan? Ini bisa mengarah pada satu pilkada curang dengan mengerahkan mesin birokrasi dan sebagainya. Anggapan jadi kenapa, karena orang yang ditunjuk itu orang yang tidak ada kaitan atau orang yang tidak lazim gitu. Jadi saya kira ini harus ditolaklah,” kata Fadli di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Saat itu, netralitas jadi hal yang dipertanyakan karena ada Pilgub Jabar 2018 di bulan Juni ini. Di Pilgub Jabar, ada mantan anggota Polri yaitu Anton Charliyan yang jadi salah satu cawagub.
“Ini bisa mempengaruhi netralitas Polri di Pilkada. Karena di Jabar ada anggota Polri yang menjadi peserta pilgub,” tutur Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno kepada wartawan, Jumat (26/1/2018).
Presiden Joko Widodo lalu menanggapi usulan yang menjadi polemik ini. Jokowi tak menampik jika usulan ini dikatakan kemudian menjadi polemik di tengah masyarakat. Jokowi menilai ini terjadi karena sudah banyak pihak yang berprasangka atas rencana usulan Kemendagri tersebut.
“Karena banyak yang berprasangka dulu, suudzon dulu, padahal belum tentu suratnya sampai ke saya,” kata Jokowi di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Setelah jadi polemik, Menko Polhukam Wiranto mengatakan pemerintah akan mengkaji kembali soal wacana tersebut. Menurutnya, pemerintah terus mendengarkan aspirasi dari masyarakat.
“Kita ngerti. Oleh karena itu pemerintah, dari hasil rapat koordinasi kami, kami betul-betul mendengarkan dengan seksama, mendengarkan dengan sungguh-sungguh aspirasi itu. Toh nanti penempatan ini baru dilaksanakan di dua daerah itu ya untuk Jawa Barat dan Sumatera Utara itu bulan Juni masih ada waktu,” kata Wiranto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2018).
“Sehingga pemerintah akan mengkaji kembali penempatan-penempatan Plt (pelaksana tugas) untuk daerah-daerah yang melaksanakan pilkada untuk di satu sisi misi itu dapat diemban dengan baik,” sambungnya. (SON)