Jakarta, Teritorial.Com – Kemiskinan di sebuah negara merupakan salah satu masalah yang sangat krusial. Sebab dari angka kemiskinan akan mencerminkan keberhasilan sebuah negara untuk membuat rakyatnya sejahtera.
Beberapa waktu terakhir, terjadi kisruh soal data kemiskinan RI. Awalnya Presiden ke 6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut jika jumlah orang miskin di Indonesia masih berada di kisaran 100 juta orang, angka ini artinya hampir separuh dari jumlah penduduk Indonesia.
Setelah SBY, ketua umum partai Gerindra Prabowo Subianto juga menyebut jika kemiskinan di Indonesia naik 50%. Penyebab kenaikan ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tertekan sehingga menyebabkan harga melambung tinggi.
Selain itu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan kemiskinan di Indonesia naik 50%. Padahal data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jika angka kemiskinan terus mengalami penurunan sejak periode 2002.
Kembali mengatakan bahwa periode Maret 2018 merupakan angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah, justru sebaliknya BPS mencatat angka kemiskinan di Maret turun menjadi 9,82% atau sebanyak 25,95 juta orang.
Angka kemiskinan tersebut lebih rendah 633.200 orang dibandingkan September 2017 yang sebanyak 26,58 juta orang atau 10,12%. Rupanya kisruh data ini masih bergulir dan direspons oleh menteri di pemerintahan kabinet kerja hingga kalangan DPR.