JAWA BARAT, Teritorial.com – Sekalipun realitas masa kelam semakin memburamkan harapan hidup rakyat di Papua dalam bingkai NKRI (Negara kesatuan Republik Indonesia). Namun kami berkeyakinan bahwa saudara-saudara kita di Papua dan Papua Barat sebenarnya masih menaruh harapan besar ingin tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari NKRI.
Saudara-saudara kita di Papua harus diyakinkan dan dibangkitkan rasa percaya dirinya untuk bangga menjadi orang Indonesia. Caranya bukan sekedar membangun dialog dan janji-janji surga. Tetapi tindakan konkret. Inilah yang mendasari mengapa Pemuda Pancasila perlu terlibat.
Berkontribusi membangun Indonesia Timur demi kepentingan nasional sekaligus juga menguatkan kembali nilai-nilai nasionalisme di tanah berjuluk Bumi Cendrawasih.
Itu pesan Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila, Kanjeng Pangeran Haryo Japto Soelistyo Soerjosoemarno yang diamanatkan kepada kami, Bidang Pembinaan dan Pemberdayaan Wilayah (P2W) Indonesia Timur.
Demikian Ketua PP P2W Indonesia Timur, Bintang Prabowo mengawali perbincangan santai dengan awak media disela Rapat Pleno I dan Rakor MPN Pemuda Pancasila, di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jum’at (02/04/21).
Pria yang memiliki nama lengkap Raden Mas Mochammad Bintang Prabowo, SH, MSi (Han) juga bercerita banyak hal tentang Papua dan upayanya merekrut kader-kader baru Pemuda Pancasila.
Dan berikut petikan perbincangan dengan Sekjen DPP KNPI periode 2011-2014.
Bagaimana meyakinkan orang-orang Papua bahwa mereka bagian dari NKRI ?
Krisis kepemilikan bangsa ini berawal di Indonesia timur. Sense of belonging. Mereka tidak pernah merasa memiliki karena ada history yang menyatakan bahwa mereka bukan bagian dari NKRI. Mereka beranggapan apa sih istimewanya menjadi orang Indonesia?
Kenapa terlontar ungkapan seperti itu? Karena dalam Sumpah Pemuda mereka tidak pernah merasa dilibatkan. Ini bicara sejarah.
Akhirnya sempat nama Irian Barat ikut Republik Indonesia Anti Nederland. Mereka ‘dipaksa’ ikut tanpa punya dasar psikologis yang mereka rasa dan mereka fikir.
Kami kan bukan bagian dari Indonesia kok, kenapa kami harus terima itu? Itukan reasonable yang coba mereka ungkapkan.
Tapi ada fakta sejarahnya juga. Sekolah Dasar pertama disana siapa yang buat, Universitas Cendrawasih (Uncen) pertama disana siapa yang buat?
Putra Republik Indonesia, Bung Karno kan? nah itu artinya kita ikut berkontribusi membangun karakter mereka disana.
Jadi suka tidak suka, mau tidak mau. Sekarang mutlak dan tuntas, mereka bagian dari kita, NKRI.
Nah ini yang harus kita endors, kita dukung, harus kita rawat.
Mereka harus kita berikan pemahaman tentang kepemilikan terhadap bangsa ini bahwa mereka adalah bagian dari kita. Itu yang harus kita endors – dukung.
Nah, kita juga perlu ingatkan. Eh, you orang-kan bagian dari Indonesia, you orang satu kesatuan wilayah lho, wilayah NKRI, you orang bagian dari kita. Itu yang harus kita berikan pemahaman lagi.
Pekerjaan yang seperti ini kelihatannya mudah, tapi kalau tidak di packaging (dikemas) dengan kegiatan-kegiatan yang positif, yang baik, akan menimbulkan kesan otoriter.
Kuncinya adalah pendampingan, pendekatan dari hati, dan empati.
Ini yang saya kira, kita perlu banyak stakeholder yang berperan untuk itu. Sebab ketika elemen pemerintah yang bergerak, ada ketidak percayaan dan ketakutan yang dirasakan oleh orang Papua. Itu faktanya.
Itulah yang mendasari Pemuda Pancasila perlu terlibat disana.
Mengapa, karena organisasi kemasyarakatan (Ormas) kan tugasnya memang sosial kontroling, ikut mengendors, ikut memberikan edukasi, ikut ini, ikut itu tanpa harus formil. Melalui kekeluargaan juga bisa dilakukan.
Jadi bagi kami, di Indonesia Timur. Papua dan Papua Barat harus menjadi sebuah lapangan exercised bagi kader Pemuda Pancasila untuk bisa melakukan yang terbaik bagi bangsa ini.
Upayanya seperti apa?
Seperti obrolan kita diawal. Tentunya kita harus pahami dulu bahwa sejak awal, sejarah Papua memang tak mulus. Penentuan status Papua Barat antara Indonesia dan Belanda sudah menjadi problema sejak lama dan terus berlarut-larut bahkan hingga pergantian rezim di tanah air.
Dengan kondisi itu, perlu kajian mendalam untuk Papua, dan tentunya kita perlu mapping agar keberadaan Pemuda Pancasila (PP) bisa mereka rasakan manfaatnya.
Bukan kita ujug-ujug langsung menunjukan eh, ini Pemuda Pancasila lho, you harus terima. Kalau dipulau Jawa seperti ini, kalian yang di Papua juga harus bisa seperti yang di pulau Jawa ya !
Ya tidak bisa kita pukul rata seperti itu.
Belum tentu yang di Jawa sama dengan yang di Papua, belum tentu yang di Jawa, di Kalimantam sama dengan yang di NTT atau yang diwilayah lainnya.
Tapi bagaimana mereka tertarik dulu ingin bergabung dengan kita. Itu dulu kuncinya.
Contohnya dengan kegiatan-kegiatan non formal yang tidak mungkin semua ormas bisa masuk kesana.
Misalnya NU, FKPPI, atau ormas-ormas lainnya, mungkin itu kan terbatas juga. Tetapi Pemuda Pancasila ini kan ormas yang sangat general, yang anggotanya dari lapisan apapun, agama apapun. Semua orang bisa ikut terlibat, bisa ikut bergabung dalam sebuah kegiatan positif.
Itu inti pesan yang menjadi dasar mengapa kita ingin berkontribusi membangun Papua.
Jadi, jika Pemuda Pancasila mau melakukan itu, mau terlibat di wilayah itu, tentunya dengan program-program yang sekiranya tidak perlu harus berat.
ga perlu harus mengatakan, hey kita PP nih, kita Pancasilais, kita Patriotik nih.
Tapi bagaimana kita memberikan kepada teman-teman di Indonesia Timur keleluasaan, ke fleksibelitasan yang tinggi. Minimal mau bergabung dulu dengan kita. Mau bersama dengan kita, mau melakukan kegiatan yang positif dengan kita dalam wadah yang jelas, Merah-Putih. Itulah dasar kearifan lokalnya.
Jadi kehadiran PP disana bukan sebagai OKP tetapi hadir sebagai ormas, dan ormas ini harus bicara Ipoleksosbud Hankamrata yang semua itu ujungnya Nasional interest, kepentingan nasional. Menjadikan Indonesia Timur itu bagian dari kita. Tanpa harus ada pengkotak-kotakan yang menyekat pemikiran mereka. Itu kepentingan nasionalnya.
Jadi itu dulu. Kita bangun Sense of belongingnya. Ketika mereka sudah merasa memiliki dan tahu bahwa ada ornamen-ornamen pemerintahan disana. Apakah itu Balai Warga kah, Kecamatan kah, atau simbol-simbol pemerintahan lainnya, yang semua itu adalah simbol negara. Milik kita, milik Indonesia yang harus dijaga.
Mereka juga harus diberikan pemahaman bahwa semua itu merupakan fasilitas publik yang bisa mereka gunakan. Dan pemerintah juga harus bisa memberikan peluang kepada mereka untuk bisa dimanfaatkan sebagai kepentingan publik.
Sekarang gimana masyarakat ga kecewa. Mereka mau gunakan saja dilarang, bahkan ingin menjadi pegawai negeri saja susah. Inikan problem yang kalau tidak ditangani serius, efeknya akan menjadi bom waktu. Merdeka bukan cuma persoalan ideologi, tapi juga terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar.
Nah kondisi seperti inikan harus kita endors, kita harus berikan pemahaman yang berbeda. Kebijakan yang mungkin extraordinary.
Seperti apa gambaran umum yang akan ditawarkan PP P2W?
Jadi upaya kita yang ada di kepengurusan nasional, khususnya P2W ini memberikan pengetahuan dasar dan sederhana. Apa itu Pemuda Pancasila.
Karena kalau terlalu berat mencerna apa itu Pemuda Pancasila, lalu setelah bergabung mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat. Kan percuma saja.
Karena itu kita rubah paradigmanya. Kita ingin membuat suatu yang sederhana, ringan, tapi efeknya itu jadi tertarik dengan Pemuda Pancasila dan bermanfaat bagi diri, keluarga, juga masyarakatnya.
Melalui apa? Melalui kegiatan-kegiatan non formal tapi memberikan mereka edukasi, memberikan pengetahuan yang lebih terhadap lingkungan sekitar yang mungkin mereka belum tahu karena keterbatasan sumber informasi.
Setelah itu, baru melakukan kaderisasi berupa pendidikan karakter, nasionalisme dan kebangsaan. Kemudian kita bina dan kita didik melalui kompetensinya masing-masing sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya sebagai modal dirinya untuk membangun masa depannya.
Nah itulah tugas kami Pemuda Pancasila P2W Indonesia Timur saat ini. Dengan harapan target 10 juta kader Pemuda Pancasila tercapai di tahun 2024