Labuan Bajo, Teritorial.Com – Setelah sebelumnya tertimpa musibah kebakaran, kini Pulau hewan langka di dunia tersebut yakni pulau Komodo harus berhadapan dengan Rencana pembangunan sejumlah kawasan di Taman Nasional Komodo (TNK) di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Dianggap mengancam kepunahan Komodo sejumlah kalangan dan Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) tengah melakukan demonstrasi.
Dilansir dari Pos Kupang, aksi ini dihadiri ratusan aktivis dan mengambil titik start dari depan SMAN 1 Labuan Bajo. Selanjutnya ke DPRD Manggarai Barat lalu ke kantor bupati dan menuju ke Kantor Balai Taman Nasional Komodo (BTNK). Ketua Formapp Mabar, Rafael Todowela menegaskan, upaya privatisasi di dalam kawasan TNK harus segera dihentikan, terutama di Pulau Rinca.
Formapp Mabar mendesak DPRD serta pemerintah mencabut semua izin usaha dan rekomendasi, baik yang telah maupun sedang diproses PT Komodo Segara Lestari (KSL), sebagai upaya privatisasi Pulau Rinca dan pulau lainnya di dalam kawasan TNK. Kepada BTNK, Rafael Todowela mendesak untuk segera menghentikan pembangunan di Pulau Rinca.
Dari isu yang beredar di masyarakat, PT Segera Komodo Lestari di Kawasan Balai Taman Nasional Komodo (TNK) akan mendalangi proyek investasi berupa pembangunan sarana wisata alam. Menurut pelaku pariwisata Manggarai Barat Matheus Siagian, jika pembangunan di Pulau Rinca tetap dibangun, habitat di wilayah tersebut terancam punah. Bahkan, Taman Nasional Komodo dipastikan tidak alami lagi.
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) akhirnya memutuskan menghentikan sementara aktivitas pembangunan rest area di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), yaitu di Pulau Rinca. Kepala BTNK, Budhy Kurniawan, mengatakan itu saat peserta aksi dari Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) mendatangi kantornya, Senin (6/8/2018). “Mulai hari ini kami akan menghentikan sementara aktivitas pembangunan di Pulau Rinca,” kata Budhy.
Tidak hanya rumah bagi Komodo, perlu diingat bahwa pulau yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT tersebut merupakan habitat dari seperti babi liar, kerbau, kambing hutan, dan berbagai jenis aneka burung lagka lainnya. Pulau ini juga merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, karena merupakan kawasan Taman Nasional Komodo bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Padar dan Gili Motang.
Pelaku pariwisata Mateus Siagia menyampaikan adanya kejanggalan terkait pembangunan rest area di Rinca. Antara lain izinnya sudah lewat batas waktu, konsultasi publik tidak dilakukan karena hanya sosialisasi terbatas kepada warga tertentu. Sementara Kris menyampaikan bahwa tuntutan untuk menghentikan pembangunan di Rinca itu bukan hanya karena alasan kawasan konservasi semata tetapi ada hal lain.
Aktivis LSM Kris Somerpes dan sejumlah peserta aksi lainnya tegas menyatakan penolakannya terhadap proyek pembangunan sarana wisata yang dikelola oleh PT Segera Komodo Lestari tersebut. “Ada perspektif lain kenapa kami menolak. Ini berkaitan juga dengan persoalan kemanusiaan, sosial dan budaya. Bisa saja akan ada kecemburuan sosial. Warga di sana ada home stay kenapa tidak manfaatkan itu, warga punya kapal kenapa tidak diberdayakan,” kata Kris.
Penolakan juga ramai mengalir di media sosial. Tagar #savekomodo masih hilir mudik di time line Twitter hingga saat ini. Kebanyakan kicauan tersebut menyuarakan penolakan pembangunan area wisata di wilayah itu. “Jika dipaksakan habitat yang ada secara perlahan akan punah. Itu berarti wisatawan tidak tertarik lagi ke Labuan Bajo. Jadi, pembangunan itu harus ditolak,” kata Mattheus.
Penolakan juga ramai mengalir di media sosial. Tagar #savekomodo masih hilir mudik di time line Twitter hingga saat ini. Kebanyakan kicauan tersebut menyuarakan penolakan pembangunan area wisata di wilayah itu.