Kerawang, Teritorial.Com – Sedikitnya 10 ribu warga pesisir Karawang menjadi korban tumpahan minyak mentah akibat bocornya sumur migas YY-1 Offshore North West Java (ONWJ) milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) di Lepas Pantai Cilamaya. Mereka adalah para nelayan, pemilik tambak, bakul ikan, juga petani padi. Kehidupan warga terganggu sejak tumpahan minyak mentah mencemari laut, pantai, dan lingkungan warga sejak 12 Juli 2019. Beberapa di antaranya bahkan kehilangan pekerjaan setelah sumur YY-1 bocor, yang hingga saat ini masih terus berlangsung.
Hal itu terungkap dalam rapat gabungan yang digelar Pemerintah Kabupaten Karawang bersama Pertamina dan perwakilan warga terdampak tumpahan minyak di ruang rapat Sekda Karawang, Rabu, 3 September 2019. “Data warga terdampak telah kami kumpulkan, termasuk data tentang kerusakan lingkungan dan hutan mangrove,” ujar Sekretaris Daerah Karawang, seusai memimpin rapat tersebut.
Menurutnya, data yang dia terima masih berupa data mentah sehingga akurasinya masih diragukan. Oleh karena itu, pihaknya juga mengundang para camat dan kepala desa yang wilayahnya terdampak tumpahan minyak. “Para camat dan kades diminta melakukan verifikasi data warga terdampak agar tidak pihak yang dirugikan. Data hasil verifikasi nantinya akan dijadikan dasar penyaluran kompensasi dan juga ganti rugi,” kata Acep.
Selesai pekan depan
Menurutnya, verifikasi data ditargetkan selesai pekan depan, sehingga dana kompensasi dari Pertamina bisa segera disalurkan kepada yang berhak. Penyaluran akan dilakukan melalui bank yang ditunjuk Pertamina, dan setiap warga terdampak akan dibuatkan rekening bank tersebut. “Kami kira cara itu efektif untuk mencegah terjadinya keributan di lapangan. Warga tidak perlu berkumpul di kantor desa untuk mengambil dana kompensasi itu,” kata Acep.
Kondisi pemukiman warga Desa Cemara Jaya, Kabupaten Karawang, yang tercemar tumpahan minyak mentah akibat bocornya sumur migas YY-1 Offshore North West Java (ONWJ) milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Selasa, 3 September 2019. Dijelaskan juga, penanganan tumpahan minyak dilakukan dalam tiga tahap, yakni penanggulangan bencana, pemulihan, dan pascapemulihan.
Penanggulangan berupa penutupan sumur yang bocor dan pembersihan pantai terus dilakukan hingga Oktober mendatang. Setelah itu, lanjut Acep, akan dilanjukan dengan pemulihan lingkungan dan pascapemulihan. “Pihak pertamina sudah menyanggupi hal itu, termasuk memulihan lahan tambak dan sawah yang mungkin terpengaruh tumpahan minyak,” katanya.
By name by address
Di tempat yang sama, Vice President Relations PHE, Ifki Sukarya, menambahkan, pihak Pertamina sudah menerima data warga terdampak tumpahan minyak. Hanya saja, pihaknya masih menunggu data yang sudah terverifikasi untuk menyalurkan kompensasi dan ganti rugi. “Data yang sudah terverifikasi harus by name by address, sehingga proses penyaluran kompensasi lebih mudah dan akurat,” kata Ifki.
VICE President Relation PHE ONWJ, Ifki Sukarya, menunjukan skema penanganan tumpahan minyak di lepas Pantai Cilamaya, Kabupaten Karawang, Selasa, 3 September 2019. Dijelaskan juga, dalam tahap awal Pertamina bakal menyalurkan dana kepada warga terdampak yang nilainya akan ditentukan kemudian. Setelah itu akan disalurkan dana pengganti kerugian yang nilainya ditentukan berdasarakan kerugian masing-masing warga.
Dalam kesempatan yang sama, Ifki juga menjelaskan, pengeboran sumur baru yang akan berfungsi menutup sumur yang bocor telah mencapai kedalaman 8250 feet dari target kedalaman 9000 feet, pada 3 September 2019. Artinya, tidak lama lagi ujung pipa sumur baru akan bertemu dengan pipa sumur yang bocor. Setelah menyatu, lanjut Ifki, dari sumur baru akan dipompakan lumpur padat atau semen untuk mamatikan sumur lama. “Kalau kebocoran sudah berhasil ditutup, Pertamina akan melakukan tindakan selanjutnya, yakni pemulihan lingkungan,” kata dia