Gunungkidul, Teritorial.com – Kasus ternak mati akibat antraks kembali muncul di DIY. Sebanyak 12 hewan ternak yang terdiri dari enam ekor sapi dan enam ekor kambing mati akibat bakteri Bacillus anthracis. Bahkan 87 warga di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul pun disebut positif antraks. Akibatnya, pemerintah daerah saat ini mengisolasi dusun tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembayun Setyaningastutie di kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DPKP) DIY, Kamis (06/07/2023) menyatakan, tiga orang meninggal dunia. Satu orang di antaranya dipastikan meninggal akibat terjangkit antraks.
“Laki-laki 73 tahun yang meninggal karena melakukan penyembelihan dan mengkonsumsi hewan ternak sapi yang terpapar antraks. Sedangkan dua orang di antaranya meninggal bukan karena antraks, meski gejalanya sama dengan antraks seperti panas, demam dan pusing tapi bukan antraks,” paparnya.
Menurut Pembayun, sebanyak 87 warga yang positif antraks setelah melalui tes dari 125 warga Dusun Jati, Semanu pada sepuluh hari terakhir. Mereka akan kembali mengikuti tes lebih lanjut untuk memastikan terindikasi antraks atau tidak.
Perlu segera menetapkan status KLB untuk antraks
Pembayun menyebutkan, Pemkab Gunungkidul perlu segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) antraks dengan tingginya kasus warga yang terpapar antraks. Pemberlakuan status KLB bila merujuk pada Permenkes RI 1501 tahun 2010 Permenkes No. 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.
“Harusnya sudah saatnya KLB, tinggal pemkab berani menetapkan atau tidak,” tandasnya
Status KLB bila muncul penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak terjadi pada suatu daerah. Selain itu terjadi peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut‐turut menurut jenis penyakitnya.
Keputusan KLB juga bisa karena angka kesakitan sudah dua kali lipat. Angka kematian pun meningkat 20 persen atau lebih. Begitu pula angka proporsi yang naik dua kali lipat.
“Kalau di Gunungkidul, kasus antraks sudah terjadi sejak 2019 lalu dan berulang sampai empat tahun terakhir,” paparnya.
Melarang lalu lintas hewan ternak dari dan ke Padukuhan Jati
Sementara Kepala DPKP DIY, Sugeng Purwanto menyatakan Pemda DIY melarang keluar masuknya hewan ternak sapi dan kambing sementara waktu di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu. Kebijakan ini buntut kematian 12 ekor hewan ternak dan 87 warga terpapar antraks.
“Kami isolasi Dusun Jati, sementara tidak melalui lintaskan hewan keluar dan masuk. Antisipasi untuk mencegah penularan antraks. Kami jamin saat ini tidak ada daging beredar dari hewan yang disinyalir terkena virus antraks,” paparnya
Sugeng menambahkan, untuk mengantisipasi penularan yang semakin meluas maka pihaknya melakukan penyemprotan disinfektan di dusun. Selain itu akan terus melakukan sosialisasi untuk mengedukasi masyarakat guna mencegah antraks.
Namun, kondisi Gunungkidul yang memiliki jumlah ternak yang sangat banyak dan kandang yang tidak tepusat di satu tempat menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Pemda tetap melakukan berbagai upaya antisipasi.
“Terus melakukan edukasi kepada masyarakat melalui media sosial dan media konvensional. Hal ini perlu dukungan dari semua pihak,” ungkapnya
Menggencarkan vaksinasi antraks
Pemda DIY saat ini menyediakan 2.600 dosis vaksin antraks untuk hewan ternak. Dari jumlah itu, 77 vaksin sudah disuntikkan kepada 77 ekor sapi dan 289 ekor kambing.
Vaksinasi antraks terus dilakukan secara rutin. Pengajuan berdasarkan permintaan dari kabupaten. “Vaksinasi kami lakukan rutin, dengan kejadian kemarin, kami mengajukan lagi ke pusat,” imbuhnya.