Sukabumi, Teritorial.com – Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dalam kasus bocah 8 tahun diperkosa paman kandung di Sukabumi ditunda. Penundaan itu diputuskan oleh majelis hakim dengan terdakwa RP alias Dede (32) setelah sidang dibuka.
“Memang pada hari ini sudah sesuai dengan agenda dari pengadilan bahwa pihak JPU harus menghadirkan saksi ahli dari RS Syamsudin, namun saksi yang dijadwalkan hadir pada hari ini berhalangan,” kata Kuasa Hukum pihak korban Yoseph Luturyali di PN Kota Sukabumi, Kamis (9/2/2023).
Lebih lanjut, diketahui ternyata surat pemanggilan saksi persidangan itu hanya dibuat dalam bentuk file dan diduga tidak secara resmi dan patut.
“Yang kami sesalkan memang sempat dibalas bahwa tidak dapat hadir persidangan namun itu via chat. Itu kami sesalkan, yang mana seharusnya saksi ahli itu apabila dilayangkan surat panggilan secara patut oleh pihak JPU, seharusnya menghargai JPU dan persidangan, harus juga dilayangkan secara resmi tanggapan ketidakhadiran yang bersangkutan,” jelasnya.
“Dari pihak JPU memang hanya berupa pdf tetapi tidak memberikan secara jelas surat resminya, tidak diperlihatkan dalam persidangan, itu menurut keterangan klien kami yang menghadiri persidangan,” sambungnya.
Sementara itu, SAI (61) selaku nenek bocah korban pemerkosaan menuturkan, dia sempat masuk ke ruang sidang sebelum akhirnya ditunda. Sidang itu tertutup untuk umum dan hanya bisa diikuti oleh keluarga korban saja.
“Barusan kami meminta untuk digelar dulu persidangannya karena ini kan formal ya jadi harus jelas penundaannya. Alhamdulillah, dari pihak pengadilan mengadakan sidang untuk menentukan ditunda atau lanjut. Barusan sudah menyelesaikan sidang dan jadi jelas untuk hari ini ditunda,” kata SAI.
Meski ditunda, pihaknya berharap terdakwa pemerkosa cucunya itu bisa diganjar hukuman maksimal. Menurutnya, dakwaan jaksa dengan minimal hukuman 4 tahun penjara itu tak sebanding bagi korban.
“Betul ada hukum acaranya berapa minimal dan maksimalnya tapi saya berharap ke aparat penegak hukum, yang namanya pedofil ini harus dihukum betul-betul membuat jera. Kalau saya melihat hukuman maksimal 15 tahun tidak sebanding, saya berharap ada hukuman yang lebih tinggi dari ini,” kata dia.
“Dia (terdakwa) sudah membunuh karakter, kehidupan dan masa depan cucu saya. Pelaku ini harus betul-betul dibuat jera supaya masyarakat tahu bahwa pedofil ini mengancam masa depan anak bangsa,” sambungnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jaja Subagja enggan memberikan keterangan terkait penundaan persidangan tersebut. “Jangan ke saya,” ujarnya singkat.
Sekedar diketahui, paman pemerkosa cucu yaitu pria berinisial RP alias Dede (32) menjalani persidangan di ruang tahanan Polres Sukabumi Kota. Dia didakwa telah melanggar pasal 81 dan atau Pasal 82 nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah No. 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun.
Bocah Korban Pemerkosaan Trauma
Kasus seorang bocah perempuan berusia 8 tahun yang menjadi korban pemerkosaan di Kota Sukabumi tengah bergulir di persidangan. Ia diduga diperkosa oleh pamannya sendiri, RP alias Dede (32).
Sang nenek SAI (61) mengungkapkan kondisi terkini cucunya. Menurutnya, korban mengalami trauma ketika bertemu dengan orang dewasa atau pria yang memiliki perawakan seperti pelaku.
“Dia sekarang sangat menyendiri dan canggung dengan orang-orang. Dia sangat trauma, tidak bisa ditinggal sendiri. Ketika ada orang dewasa dia ketakutan, apalagi kalau postur tubuhnya sama dengan pelaku,” kata SAI kepada detikJabar di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Kamis (9/2/2023).
Lebih lanjut, korban juga mengalami perubahan sikap. Korban, kata dia, tidak dapat fokus belajar, menarik diri dalam lingkungan sosial dan selalu menyendiri.
“Sangat ada perubahan sikap. Sebelumnya ketika belajar dia biasanya sangat cepat waktu mengerjakan soal, setelah kejadian ini dia tidak fokus kalau duduk pun dia suka ke belakang. Dipindahkan pun dia narik diri dan dia selalu menjauhkan diri dari teman-temannya,” ujarnya.
Setelah kejadian memilukan itu, korban mulai sakit-sakitan. Keluarga pun tak menyerah untuk mendampingi dan memberikan perawatan ekstra bagi korban.
“Kondisi anak itu waktu selang satu bulan pemerkosaan pernah sakit di vagina ada lendir yang warna hijau, nggak normal dan itu diupayakan dengan minum jamu. Itu sudah mereda cuma dari situ sampai sekarang sering sakit dan jarang sekolah,” ungkapnya.
“Dalam seminggu hanya dua hari sekolah karena dia sakit-sakitan panas. Sampai hari ini sering panas, sudah saya bawa ke puskesmas atau obat dari apotek terdekat,” sambungnya.
Pihaknya sudah menghubungi Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) untuk mendapatkan penanganan. SAI juga menambahkan, Kementerian Sosial dan Kementerian PPA juga sudah turun tangan untuk melakukan pendampingan pada korban.
“Saya menghubungi PPAD dan kami ditangani. Alhamdulillah sekarang ada yang datang ke rumah untuk memberikan bimbingan psikologi. Kemarin ada dari Kemensos, KemenPPA, LPSK dan semua instansi terkait yang peduli terhadap anak. Mereka memberikan support uang sangat luar biasa kepada kami dan keluarga,” tutupnya.