Isu Papua Tetap Mendunia Meski Kominfo Blokir Akses Internet di Papua

0

Papua, Teritorial.Com – Ismail Fahmi pendiri Drone Emprit – mesin untuk menganalisis media sosial –  mengatakan pelambatan (throttling) dan pemblokiran jaringan internet di Papua dan Papua Barat tidak mempengaruhi tren pembicaraan terkait Papua di media sosial.

Ismail menggunakan media sosial Twiter dalam analisa untuk mengamati narasi-narasi yang berkembang terkait kerusuhan di Papua. Kata kunci ‘West Papua” ramai dibicarakan di dunia internasional, bahkan tren pembicaraan mengenai Papua meningkat pasca Kominfo melakukan pelambatan dan pemblokiran internet.

“West Papua trennya tetap tinggi, abis diblokir makin tinggi karena mereka tidak di Papua,” jelas Ismail seperti dikutip Tirto, Senin (26/8/2019).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa percakapan mengenai West Papua banyak dibahas oleh pengguna Twitter yang berasal dari Jakarta, Berlin, London, Sydney, Melbourne, dan New York. Kebanyakan pembahasan menggunakan bahasa inggris.

Sementara itu, beberapa tagar yang kerap ditautkan dengan narasi West Papua antara lain freewestpapua, letwestpapuavote, westpapuagenocide, PelukPapua, dan WeLovePapua.

“Hastags merupakan cara mudah dan efektif menyampaikan poin narasi di media sosial,” jelasnya.

Ismail menjelaskan narasi mengenai West Papua di media sosial muncul tanpa ada kontra narasi, termasuk dari pemerintah. Masyarakat Indonesia justru cenderung lebih sibuk membahas pro-kontra mengenai Banser, FPI, dan khilafah.

“Enggak ada narasi [yang melawan]sama sekali [dari pemerintah]. Full dari luar tanpa ada kontra narasi, sementara isu di dalam negeri malah belok ke perseturuan Banser dengan khilafah,” kata dia.

Tidak terlihat kontra narasi terhadap isu tersebut yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Inforrmatika (Kominfo), atau Badan Intelijen Negara (BIN).

Kebijakan pemerintah ini dinilai berdampak negatif bagi pemerintah karena justru membuat masyarakat Papua semakin tidak suka terhadap pemerintah. Sentimen negatif tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang pro terhadap kemerdekaan Papua.

“Narasi harus dibalas dengan narasi. Kalau tak gitu, ya, propaganda internasional jalan terus,” ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengaku tidak mau ambil pusing perihal dampak pelambatan maupun pemblokiran internet di Papua. Ia menyerahkan sepenuhnya risiko tersebut kepada aparat penegak hukum. Kominfo masih menunggu hasil koordinasi dengan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)

“Ya. pasti teman-teman penegak hukum lebih mengerti Saya harus bicarakan dengan stakeholder dari sektor penegak hukum. Mudah-mudahan bisa cepat, saya inginnya juga cepat,” kata Rudiantara saat ditemui di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (26/8/2019), seperti dikutip Tirto.id.

Melansir Tirto.id, akses internet di Papua resmi diblokir sejak Minggu, 25 Agustus 2019, pukul 4 sore waktu setempat. Beberapa daerah di Papua yang internetnya diblokir antara lain di Kabupaten dan Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, Manokwari, Biak, Nabire, Wamena, Kota dan Kabupaten Sorong, serta kemungkinan di kawasan pegunungan tengah Papua.

Share.

Comments are closed.