KPU-Bawaslu Sengketa Eks Napi Korupsi Nyaleg Pemilu 2019

0

Jakarta, Teritorial.Com – Isu mengenai mantan Narapidan korupsi nyaleg di Pemilu 2019 kembali mencuat, hal ini hingga menyeret pertentangan antara Banwaslu dan KPU. Dari data yang dipublikasikan, secara keseluruhan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah meloloskan 12 daftar bakal calon legislatif (bacaleg) bekas narapidana kasus korupsi.

Sementara Komisi Pemilihan umum (KPU) tetap menolak pencalegan eks koruptor. Bacaleg bekas narapidana kasus korupsi itu pun dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Sehingga nama mereka tidak masuk dalam daftar calon se­mentara (DCS). KPU menilai keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan bacaleg eks koruptor tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.

Di sisi lain, Bawaslu meyakini apa yang mereka putuskan sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tentang Pemilu. Untuk mencairkan persoalan itu, baru-baru ini Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto memanggil KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun pemanggilan yang dilakukan oleh Wiranto tentu tidak tepat dan sangat berbau politis lantaran Wiranto sendiri menjabat sebagai Menteri sekaligus berada di pihak Petahanan pendukung Joko Widodo.

Mengulas dari pernyataan yang disampaikan, Wiranto kepada awak media menyatakan “Memang saya sudah mengumpulkan semuanya. Namun paling tidak dengan saya mengundang mereka, termasuk beberapa para pakar yang saya undang untuk menyatukan pendapat. Bahkan untuk mengambil sikap sehubungan dengan adanya, yang saya kira bukan kerancuan, namun masih ada perbedaan penggunaan landasan hukum. Sehingga antara KPU dan Bawaslu masing-masing menggunakan landasan hukum yang berbeda sehingga output-nya juga berbeda,” ujar Menko Polhukam.

Atas hal tersebut sontak mendapat banyak sorotan publik dari pada pengamat politik diantaran Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak adil, lantaran meloloskan bakal calon legislatif Pemilu 2019. Sebab, menurut dia, hal itu mencederai demokrasi dan masyarakat yang menginginkan negara bebas korupsi.”Kami kecewa terhadap lolosnya permohonan caleg napi koruptor.

Di sini sebetulnya menimbulkan persoalan, apakah diloloskannya ini Bawaslu ingin menyatakan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 gak berlaku? Atau Bawaslu ingin mengatakan bahwa Pasal 4 dalam PKPU dinyatakan batal, khususnya ayat 3. Kami gak mengerti yang gak diakui Bawaslu yang mana, apakah PKPU Nomor 20 secara menyeluruh atau hanya satu pasal,” ujar Ray di Jakarta, Minggu (2/9/2018).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menuding Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) telah membuat proses pencalonan anggota legislatif menjadi kacau. Menurut dia, Bawaslu ikut campur dalam menafsirkan larangan eks napi koruptor menjadi caleg. Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, mantan napi korupsi dilarang menjadi caleg. Namun, Bawaslu tak mengikuti PKPU tersebut dan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tak melarang eks koruptor ikut dalam pemilu legislatif.

Dalam sidang ajudikasi, Bawaslu akhirnya meloloskan caleg eks koruptor yang sempat ditolak oleh KPU. “Bawaslu turut campur seperti itu, keadaan jadi kacau. Yang dulu (partai politik) sudah taat tidak mengajukan calon (mantan koruptor), sekarang karena Bawaslu membolehkan, mereka meminta dibuatkan daftar baru lagi kan. Jadi kacau masalahnya,” kata Mahfud di Jakarta, Kamis (6/9/2018). Mahfud menilai, Bawaslu seharusnya mengikuti aturan PKPU Nomor 20/2018 karena bukan kewenangan Bawaslu untuk menafsirkan PKPU tersebut bertentangan dengan UU Pemilu atau tidak.

“Untuk membatalkan apa yang diputuskan KPU itu hanya Mahkamah Agung yang bisa, bukan Bawaslu, sambung Mahfud.soal Polemik Bacaleg Eks Koruptor Menurut Mahfud, saat ini sebaiknya semua pihak menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) terkait judicial review atas PKPU 20/2018. Sembari menunggu putusan MA,” Ujar mantan ketua Makamah Konstitus tersebut.

10 Eks Napi Korupsi yang diloloskan Bawaslu menjadi anggota DPD maupun bakal caleg Pemilu 2019.

1, Abdullah Puteh di Aceh (Bacaleg DPD),

2, Syahrial Damapolii di Sulawesi Utara (Bacaleg DPD),

3, Ramadan Umasangaji di Kota Pare-Pare (Bacaleg DPRD dari Perindo),

4, M Nur Hasan di Kabupaten Rembang (Bacaleg DPRD dari Hanura),

5, Andi Muttamar Mattotorang di Kabupaten Bulukumba (Bacaleg DPRD dari Partai Berkarya),

6, M Taufik di Provinsi DKI Jakarta (Bacaleg dari Gerindra),

7, Abdul Salam di Kota Palopo (Bacaleg DPRD Nasdem),

8, Ferizal dan Mirhammuddin di Belitung Timur (Balaceg DPRD Gerindra),

9, Maksum Dg Mannassa di Mamuju (Bacaleg DPRD dari PKS),

10, Saiful Talub Lami di Tojo Una-Una (Bacaleg DPRD dari Partai Golkar).

Share.

Comments are closed.