Mengulas Polemik Dibalik Rencana Penghidupan Kembali Koopssusgab TNI

0

Jakarta, Teritorial.com – Pengesahan revisi Udang-Undang Terorisme yang tinggal menunggu tahap akhir. Presiden Jokowi justru memberi restu untuk Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI untuk ikut bersama Polri memberantas teroris.

Sepakat dengan Prisiden, Moeldoko Moeldoko menjelaskan, pembentukan Koopssusgab tidak perlu menunggu RUU Terorisme disahkan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membenarkan hal tersebut. Menurutnya pembentukan ini merupakan inisiasi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

“Nggak perlu nunggu. Sekarang ini, pasukan itu sudah disiapkan. (Komando) di bawah Panglima TNI. Itu inisiasi penuh Panglima TNI. Di dalamnya, kekuatan dari pasukan khusus darat, laut, dan udara yang terpilih,” ujar Moeldoko.

Berbeda dengan Moeldoko yang sepertinya mendukung penuh rencana tersebut, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto enggan berkomentar lebih jauh terkait dengan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI yang akan kembali dihidupkan. Penjelasan terkait Koopssusgab TNI justru akan membocorkan strategi keamanan negara.

Wiranto menyatakan rencana koopssusgab TNI tidak perlu sampai keluar di publik. Polemik hanya akan membukan kesempatan bagi pihak lawan (Teroris) untuk memetakan kekuatan aparat keamanan. Hal ini tentu sama saja negara membuka kartu sendiri dihadapan musuh.

“Saya minta maaf untuk tak menjelaskan apa yang akan kita lakukan, apa yang akan kita gunakan, caranya bagaimana. Saya sudah minta kepada aparat kemanan untuk tidak menjawab,” kata Wiranto, Kamis (17/5/2018).

Koopssusgab TNI yang dianggap masih kurang legalitas hukum, Anggota Komisi I DPR Hidayat Nur Wahid menyarankan pemerintah mengkaji sisi hukum terkait rencana tersebut. Sebab penghidupan kembali Koopssusgab harus berdasarkan payung hukum yang jelas.

“Prinsip segala upaya memberantas terorisme kita dukung yah tapi tentu harus mempergunakan payung hukum yang cukup supaya tidak menghadirkan kesimpangsiuran dan atau penggunaan wewenang yang berlebihan,” kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/5).

Dibalik hal tersebut traumatis akan terulangnya gaya kepemimpinan rezim orde baru di masa Presiden Soeharto yang mana terjadi dominasi militer di area sipil secara berlebihan menghadirkan kekhawatiran tersendiri. Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Basri Bermanda Militer pun mendapat tempat dan dominan di pemerintahan.

“Memang ada kehawatiran jangan terjadi lagi pengalaman kita di era orde baru dulu. Akan tetapi, ini kiranya dalam kondisi yang berbeda,” ujar Basri dilansri dari Republika.co.id Kamis (17/5/2018). (SON)

Share.

Comments are closed.