Hari Santri Nasional, PBNU: Pesantren Berperan Penting dalam Membangun Karakter Anak

0

Jakarta, Teritorial.com – Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Penguru Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) KH Hodri Ariev, mengatakan, Hari Santri Nasional menjadi pengingat bagi semua akan pentingnya peranan pesantren dalam kontribusinya membangun karakter anak Indonesia.

Dikatakan, relevansi pesantren juga didukung dengan adanya Undang-Undang Pesantren yang disahkan pada 2019 lalu.

Adanya Undang-Undang Pesantren tersebut, ujar Hodri, menegaskan betapa pentingnya peranan santri dan pesantren dalam mencegah derasnya arus informasi yang seringkali ditunggangi kepentingan ideologi transnasional.

“Dengan semangat jihad, santri harus terus berkontribusi dan tetap tegas mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Hodri, terkait Hari Santri Nasional, Selasa (24/10/2023).

Dikatakan, Undang-Undang Pesantren bisa diartikan sebagai pengakuan dari negara atas eksistensi pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia dan telah berdiri dalam waktu yang sangat lama.

“Di masa lalu, pesantren bukan hanya tidak diakui, tetapi juga dipinggirkan oleh penguasa. Rekognisi atas pesantren ini tentu menjadi salah satu entry point bagi pemerintah untuk mendukung pengembangan dan kemajuan pesantren di Indonesia,” ujar Kiai Hodri.

Kiai Hodri lebih jauh menerangkan, dengan turut serta membantu pesantren, pemerintah sebenarnya juga membantu pendidikan anak-anak bangsa Indonesia.

“Bangsa Indonesia khususnya pemerintah, harus melihat santri sebagai elemen generasi bangsa. Kalangan santri yang banyak terdiri dari anak-anak NU sama seperti anak-anak pada umumnya yang memiliki latar belakang organisasi atau keyakinan lainnya,” ujarnya.

Dikatakan, dengan bekal ilmu agama yang dimiliki, seorang santri diharapkan mampu bersikap bijak jika ia menemukan berita yang muatannya diragukan.

Karakter santri yang ideal ditunjukkan dengan ketegarannya dalam menghadapi bujuk rayu ideologi transnasional.

“Saya tidak khawatir para santri akan terbawa pesan-pesan para teroris. Insyaallah mereka sudah cukup kuat untuk melawan godaan radikalisme maupun terorisme,” tambahnya.

Menurutnya, ideologi transnasional seringkali datang dalam berbagai bentuk. Bentrokan antara Palestina dengan Israel, ujarnya, tidak lepas dari muatan-muatan yang digagas oleh para kaum radikal untuk menunggangi isu tersebut.

Penjajahan Israel atas Palestina yang sebetulnya merupakan isu kemanusiaan, ujarnya, menjadi sarat dengan jargon-jargon agama yang dipaksakan masuk untuk memuluskan hasrat kelompoknya.

“Terkait meningkatnya eskalasi konflik Palestina-Israel, kita perlu mewaspadai adanya ‘penumpang gelap’ yang biasanya memanfaatkan konflik politik dengan framing agama. Konflik ini sangat kompleks dan rumit sehingga terkadang sulit bagi kalangan awam untuk membedakan apakah ini murni konflik agama atau sebenarnya konflik politik,” katanya.

Hodri berharap para santri Indonesia dapat merekontekstualisasi semangat jihad yang diharapkan dapat berkontribusi bagi kemajuan NKRI di masa yang akan datang.

Share.

Comments are closed.