Di Singapura, Kim Jong-un Akan Jadi Pemenang?

0

Pyongyang, Teritorial.com – Jika tak ada aral melintang, Kim Jong-un yang latar belakangnya sedikit diketahui akan bertemu di Singapura pada 12 Juni 2018 dengan Donald Trump, yang sudah tiga kali menikah, pengusaha properti dan pernah menjadi penyelenggara kontes kecantikan.

Perbedaan latar belakang kedua pemimpin akan menjadi aspek yang menarik dalam pertemuan puncak Amerika Serikat -Korea Utara yang pertama kali sejak Perang Korea berakhir pada 27 Juli 1953. Kalangan pers menyebut Kim sebagai cerdik, sedangkan Trump dikenal bersikap keras tapi tak menguasai masalah bahkan tak tahu akan menuju kemana.

Lalu apa topik pertemuan itu?

Bila dimasa lalu, Washington ingin negara lain menerapkan sistem politik yang demokratis, menjunjung HAM dan memelihara lingkungan hidup, maka ia ingin Pyongyang kini menjunjung HAM dan melakukan denuklirisasi dengan langkah lanjutan menciptakan Semenanjung Korea yang demokratis, aman, stabil serta maju secara ekonomi. Tentu saja dengan kepemimpinan Seoul yang mempersatukan kedua Korea.

Pergeseran Pendekatan Bagaimana dengan motif Korut yang secara tiba-tiba melancarkan ofensif diplomasi damai?

Korea Utara sebelumnya berulangkali melakukan uji coba senjata nuklir dan meluncurkan peluru kendali antar benua berkepala nuklir yang bisa mencapai daratan AS, terakhir pada Rabu, 29 November 2017. Tapi menjelang Olimpiade Musim dingin di Pyeongchang, Korea Selatan, antara tanggal 9 dan 25 Februari 2018, tiba-tiba Kim Jong-un menghentikan uji coba dan menutup tempat uji coba peluncuran.

Ia pun mengirim delegasi dibawah pimpinan adiknya Kim Yo-jong ke pembukaan Olimpiade dan Kepala Intelijen Korea Utara Jenderal Kim Yong-chol ke penutupannya. Sebagai pemuncak, Kim Jong-un sendiri melawat ke Daerah Bebas Militer untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Jumat, 27 April 2018.

Pada kesempatan itu, Kim menegaskan mengakhiri perang antar kedua negara dan melakukan denuklirisasi. Kita bersaudara dan satu bangsa, katanya. Pergeseran pendekatan konfrontatif kepada pendekatan yang akomodasionis, tampaknya didasarkan keyakinan Kim telah menguasai kondisi domestik. Bukan disebabkan kegagalannya mempertahankan semangat revolusioner melawan Washington.

Baginya, pertemuan dengan Presiden Moon Jae-in merupakan batu loncatan untuk merundingkan masa depan Semenanjung Korea dengan Amerika Serikat. Para pemimpin Korea Utara terdahulu, seperti Kim Il-sung dan Kim Jong-il, selalu menganggap pemerintah Korea Selatan sebagai boneka Washington DC.

Dalam prolog menjelang pertemuan di Singapura, Pyongyang berencana membatalkan pertemuan setelah penasehat keamanan nasional Richard Bolton menyatakan pertemuan terkait dengan rencana denuklirisasi sepihak Korut ala model Libya dan penutupan fasilitas nuklir sebelum pemberian bantuan ekonomi dan pencabutan sanksi.

Dari rencana pembatalan itu jelas, Kim Jong-un ingin tampil sebagai pemimpin negara yang tidak mau dipermainkan seperti Libya atau Irak. Lebih jauh lagi, dia ingin memasukkan negaranya ke dalam kelompok elit negara pemilik senjata nuklir. Inilah satu bentuk pertanggung jawaban kepada bangsanya.

Kelak, sekalipun pertemuan Trump-Jong-un berakhir hambar, tetapi pemimpin Korut itu berhasil menunjukkan kepada rakyatnya bahwa negara mereka sejajar dengan Amerika Serikat. Antara lain berkat pemilikan Rudal Hwasong (berjarak tempuh 1.000km) , Puguksong (1.000 km), Nodong (1.300 km), Musudan (3.500km) serta KN-14 (10.000 km) dan KN- 08 (13.500 km).

Kini, pers Barat membicarakan dengan pesawat apa Kim akan bertolak menuju Singapura. Kiranya salah satu pilihan adalah dengan Garuda, karena Indonesia mempunyai hubungan baik dengan para pihak terkait. (Sjarifuddin Hamid).

Share.

Comments are closed.