Gatot Nurmantyo: Raup Keuntungan Ekonomi Hanya Dengan Manfaat Keunggulan Geografis

0

Jakarta, Teritorial.com – Membangun Indonesia yang lebih baik tentunya akan menemui berbagai bentuk hambatan dan tantangan. Namun bukan tidak mungkin Indonesia sebagai negara dengan segala keunggulannya dibandingan dengan negara lain akan tumbuh sebagai negara yang maju, kuat dan berpengaruh dalam kancah politik Internasional di era kontemporer ini.

Bukan tanpa sebab Mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan, Gatot Nurmantyo dalam acara “Urun Rembuk Kebangsaan: Membangun Optimisme Masa Depan Indonesia dalam Perspektif Nasional dan Global” di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (25/4/2018), menyampaikan sikap optimismenya untuk kemajuan Indonesia yang lebih baik.

Sikap optimis mantan Panglima TNI tersebut berangkat dari segala bentuk modalitas yang dimiliki Indonesia sebagai negara maju. Bonus demografi, letak geografis, kesuburan tanah, ekosistem laut, SDA, Iklim dua musim, hingga faktor lingkungan strategist geopolitik kawasan dimana Indonesia menjadi pertemuan antaran Samudera Hindia dan Pasifik barat, menghubungan wilayah lautan yang tentu mengandung banyak keuunggulan strategis yang bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk nusa dan bangsa.

Namun segela bentuk modalitas yang dimiliki Indonesia tersebut, juga berpotensi besar dalam menghadirkan ancaman luas bagi keutuhan bangsa dan negara. Isu negara akan bubar pada tahun 2030 benar-benar akan menjadi kenyataan jika negara ini tidak diurus dengan semestinya. Secara tersirat pesan tersebut telah terlebih dahulu disampaikan oleh bapak proklamator Soerkarno yang mengatakan bahwa Indonesia ibarat gadis cantik yang tentu akan diperebutkan oleh banyak negara-negara lain yang berkepentingan terhadap Indonesia.

Ia mengatakan, tahun 2050 nanti prediksi Gross Domestic Product (GDP) Indonesia ada di nomor 4 dunia. Oleh karena itu, rakyat Indonesia harus berbuat agar GDP tersebut bisa terwujud. Bahkan jika perlu perwujudannya dilakukan lebih cepat. Apabila semuanya bangkit dan bersatu, katanya, maka hal tersebut bisa tercapai karena Indonesia mempunyai modal.

Dari modal geografis, dimana saat ini ada sekitar 84.000 kapal yang melewati laut Indonesia per tahun melintas dari samudera HIndia menuju Pasifik barat melewati wilayah barat Indonesia selat malaka. Dari arah selatan kita ketahui jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) telah lama memainkan fungsi penting sebagai penghubungan kepentingan perdagangan dari Australia hingga Asia Timur dan sebaliknya. Namun hingga catatan terakhir, yang ada seolah Indonesia tidak melihat hal tersebut sebagai keunggulan dalam merauk pundi-pundi ekonomis.

Banyak yang bisa dilakukan, misalnya membuat asuransi, penjualan minyak dengan membuat depo-depo untuk kapal-kapal tersebut mengisi bahan bakar. Tidak harus Pertamina, katanya, depo-depo tersebut bisa dibangun oleh siapa saja tetapi pajaknya harus tetap masuk ke Indonesia. Setidaknya dari itu, Indonesia bisa mendapat keuntungan $16,25 miliar. Terlebih selama menjadi panglima ia sudah melihat bahwa kawasan Selat Malaka aman dari perompak. Apabila hal ini dilakukan, katanya, maka akan sangat lumayan dan logis bagi Indonesia. Padahal hal tersebut baru permukaan laut saja, belum sampai ke dasar lautnya yang memiliki banyak kekayaan.

Ia mengatakan, di Indonesia ini, daerah pertambangan gini rasionya lebih tinggi dibandingkan daerah perkebunan. Terlebih jumlah penduduk Indonesia saat ini berjumlah 257 juta jiwa dan nomor 4 di dunia. Jumlah tersebut, katanya, menjadi modal bonus demografi tahun 2020-2030 mendatang sehingga modal tersebut harus dimanfaatkan.

Dari hanya mengadalkan satu aspek saja yakni faktor geografis seharusnya Indonesia mampu meraih keuntungan maksimal dari hal tersebut. Inilah kesempatan bagi kita untuk maju sebagai negara maritim yang mampu bersaing serta memberikan pelayanan yang dipandu dengan regulasi yang memadai demi manarik pundi-pundi keuntungan yang tampaknya hingga sekarang ini belum menjadi fokus pemerintah.

Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo Mantan Panglima TNI Tahun 2014-2017.

Share.

Comments are closed.