Ketika Pak Kiai Digugat

0

Jakarta, Teritorial.com –  Para diplomat Indonesia mendapat pekerjaan ekstra untuk menjawab  pertanyaan, mengapa pengurus organisasi Islam terbesar di Indonesia bersedia memenuhi undangan Israel?  Apalagi lawatan itu dilakukan setelah 144 negara mendukung Indonesia memperoleh kursi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020. Perlu diketahui untuk mendapat kursi itu, Indonesia berkampanye bahwa…isyu Palestina akan menjadi perhatian selama Indonesia menjabat.

Kesediaan KH Yahya Cholil Staquf untuk berbicara di Institut Medellin, di Yerusalem pada 10-13 Juni 2018 disebut merupakan kemenangan Israel. Dalam konteks ini, pemerintah Israel memahami  mustahil pejabat Indonesia memenuhi undangan serupa itu sebab kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi kesediaan seorang angota Dewan Pertimbangan Presiden RI merangkap Khatib Aam (Sekjen NU) serta pernah menjadi jurubicara Gus Dur, tidak kalah bobotnya walaupun disebut merupakan lawatan pribadi.

Bukti dari gambaran di atas adalah protes Kementerian Luar Negeri Palestina berikut ini,

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Negara Palestina mengutuk partisipasi delegasi ulama Indonesia dari Nahdlatul Ulama Organisasi, di AJC Global Forum di Yerusalem. Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Negara Palestina mengutuk partisipasi delegasi ulama Indonesia dari Nahdlatul Ulama Organisasi yang dipimpin oleh Tuan Yahya Staquf, Sekretaris Jenderal Nahdlatul Ulama, Dewan Agung, di AJC Global Forum di Yerusalem pada tanggal 10-13 Juni 2018, di samping partisipasi dalam perayaan untuk menghormati kunjungannya ke Yerusalem, di mana itu akan diadakan di Benteng Yerusalem, di kota tua Yerusalem yang diduduki, pada tengah malam tanggal 14 Juni 2018, dalam pelanggaran mencolok terhadap hukum Internasional dan resolusi relevan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Partisipasi dalam acara-acara ini merupakan pukulan bagi Negara Palestina dan Yerusalem, dan bagi Republik Indonesia, negara Islam terbesar di dunia, yang menyelenggarakan KTT OKI Luar Biasa ke-5 tentang Palestina & Al-Quds Al-Sharif pada tahun 2016, dan Konferensi Internasional tentang masalah Yerusalem pada tahun 2015, dan yang selalu membela Yerusalem dan isu-isu Palestina.

Partisipasi delegasi juga bertentangan dengan posisi pemerintah Indonesia dan orang-orang yang ramah di Indonesia, yang selalu menyatakan penolakan mereka terhadap pendudukan dan kebijakannya, menghubungkan setiap perkembangan atau perubahan dalam hubungan dengan mengakhiri pendudukan Israel atas semua orang Palestina dan Wilayah Arab, dan pembentukan Negara Palestina dengan ibu kotanya.

Alquds Alsharif, sesuai dengan Prakarsa Perdamaian Arab dan resolusi yang relevan dari legitimasi Internasional. Pihak Palestina juga menganggap partisipasi Bapak Yahya Staquf sebagai pribadi, dan itu tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral Palestina-Indonesia, dan posisi Palestina dan rakyatnya yang menghargai dan menghormati Republik Indonesia dan rakyat yang ramah. Indonesia.

Pihak Palestina menganggap peristiwa ini sebagai bagian dari kampanye Israel menyesatkan yang ditujukan untuk tampil dengan wajah yang beradab dan budaya yang menyerukan perdamaian, konvergensi dan dialog antaragama, pada saat Israel telah bertahan selama beberapa dekade dengan pelanggaran dan kejahatan terhadap rakyat Arab Palestina dari Muslim dan Kristen, dan kesuciannya di Yerusalem dan seluruh Palestina.

Belum lagi desakan Israel, kekuatan pendudukan, pada kondisinya yang diakui sebagai Negara Yahudi, yang mencerminkan kebijakan rasis dan kolonialis yang diadopsi olehnya, dan yang sepenuhnya bertentangan dengan subyek dari peristiwa-peristiwa ini. Wilayah kita selalu menjadi suar kecerdasan dan peradaban, dan belum pernah mengalami kekerasan sektarian dan agama apa pun hingga rakyat Palestina menjadi di bawah pendudukan.

Tuan Staquf seharusnya mengunjungi Yerusalem di bawah bendera Negara Palestina, dan berkoordinasi dengan pihak Palestina dan lembaga-lembaga spiritual Islam dan Kristen, bukannya mengizinkan Israel untuk meneruskan proyek normalisasi di bawah subjek agama dan budaya, dan menerima untuk menjadi alat normalisasi oleh pendudukan Israel atas kekudusan Islam dan Kristen.

Protes tersebut merupakan perasaan terluka sebab Indonesia memiliki posisi yang khas dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya. Palestina memandang Indonesia lebih dari sekadar saudara.

Aktor Politik

Nahdhatul Ulama yang merupakan organisasi Islam dengan anggota terbanyak, sekitar 30-40 juta jiwa, selalu mendapat peringkat khusus dalam kalkulasi politik domestik maupun internasional. Pemerintah Israel sangat memahami hal itu hingga terus membangun jalinan tanpa putus. Pemerintah Israel, PM Shimon Perez,   mengundang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania pada tahun 1994. Gus Dur kemudian menjadi pengurus Yayasan Shimon Perez.

Dalam kaitan ini, maka undangan  The Israel Council on Foreign Relations  kepada  Gus Yahya tidak bisa dilepaskan dari mata rantai hubungan yang dibangun Gus Dur. Tampaknya undangan serupa juga akan dikirimkan lagi pada masa depan. Tidak ada yang salah dari pemerintah Israel untuk melakukan hal tersebut, tetapi sebaiknya berbagai kalangan di Indonesia harus berfikir menyeluruh sebelum memenuhi undangan sebab menyangkut kondisi domestik dan kepercayaan negara-negara lain terhadap pemerintah Indonesia.

Yang menarik, meskipun undangan dialamatkan ke kantor pusat NU, Gus Yahya lazimnya sebagai pejabat mesti mengirimkan surat pemberitahuan rencana keberangkatan, melalui Sekretariat Negara, kepada Presiden Jokowi. Apakah ketika kembali Gus Yahya membawa pesan dari ‘Bibi’?

Penulis: Sjarifuddin Hamid Pemimpin Redaksi Teritorial.com

Share.

Comments are closed.