Napi Teroris sebagai Pendidik Pendidikan Perdamaian

0

Jakarta, Teritorial.com – Akhir-akhir ini teror kembali melanda Indonesia. Peristiwa peledakan bom di beberapa gereja di Surabaya, termasuk penyerangan beberapa markas Kepolisian di seantero nusantara, membuat kita kembali sadar bahwa ancaman terorisme belumlah usai.

Dalam beberapa aksi teror, muncul fakta menarik bahwa pelaku tindakan tersebut sayangnya banyak dilakukan oleh para mantan napi teroris. Teroris seperti Aman Abdurrahman, yang ditenggarai sebagai pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), bahkan pernah dilepaskan dari penjara, kemudian ditangkap kembali karena lagi-lagi melakukan aksi teror.

Pertanyaan besar muncul, mengapa seorang mantan napi teroris yang pernah dipenjara, setelah keluar malah kembali menjadi pelaku aksi teror? Apakah ada masalah dalam program deradikalisasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT).

Padahal, deradikalisasi bertujuan untuk mengubah pola pikir teroris untuk tidak lagi menyimpang dari ajaran yang benar dan menghilangkan budaya kekerasan yang dianutnya. Karena itulah, program deradikalisasi tidak akan efektif jika hanya sekedar mengubah pola pikir napi teroris di penjara. Pasca penahanan, mereka harus diberdayakan. Jika tidak, kasus teror bom akan terus berulang.

Revisi Undang-Undang Terorisme yang baru terlalu berparadigma penindakan, padahal menurut penulis cara paling ampuh menangani permasalahan terorisme adalah di level pencegahan. Menghadapi terorisme “zaman now” bukan lagi bermain pada medium yang tangible, tetapi intagible, yaitu perang wacana dan ideologi. Fakta itu yang menjadi alasan penulis mengapa mengusulkan bahwa napi terorisme harus diberdayakan sebagai pendidik pendidikan perdamaian setelah bebas nanti.

Pendidik Pendidikan Perdamaian

Sebelumnya, mari kita mengenal tentang pendidikan perdamaian. Pendidikan perdamaian adalah proses pembentukan ketrampilan untuk menyelesaikan sebuah konflik, termasuk bagaimana hidup dalam harmoni dengan diri sendiri dan juga orang lain. Pendidikan perdamaian bertujuan untuk mencari cara-cara menciptakan masa depan yang adil dan berkelanjutan (Castro & Galace, 2010).

Untuk itu, pendidikan perdamaian akan lebih efektif dan bermanfaat bagi para pelaku tindakan terorisme yang sekarang sedang menjalani program deradikalisasi. Ini karena mereka akan berpartisipasi untuk mengekspresikan pemikiran mereka, termasuk bekerja sama antarsesama mereka, untuk menghilangkan kekerasan dalam kehidupan individu, komunitas, maupun masyarakat.

Tentunya setelah mendapat kurikulum pendidikan perdamaian selama program deradikalisasi, keluaran yang dihasilkan haruslah terus dirasa kegunaannya. Program deradikalisasi tidak boleh hanya selesai ketika si napi keluar dari tahanan, melainkan harus terus dibina secara kontinu.

Pendidikan perdamaian akan membantu program deradikalisasi, khususnya jika para mantan napi tersebut sudah menjalani masa tahanannya, sehingga dapat diintegrasikan kembali ke dalam masyarakat umum. Nuansa pendidikan perdamaian dalam program deradikalisasi akan membantu para mantan napi yang sudah bebas untuk membangun apa yang disebut Education for Sustainable Development.

Kemudian, apa maksudnya Education for Sustainable Development dan apa hubungannya dengan para mantan pelaku terorisme? Penulis di sini ingin menciptakan sebuah kondisi di mana setelah mantan napi bebas dan kembali di masyarakat, mereka tidak akan mengalami disorientasi sosial karena dijauhi masyarakat atau tidak bisa menemukan pekerjaan, dikarenakan masa lalunya sebagai mantan napi.

Sang mantan napi akan menjadi pendidik-pendidik gerakan pendidikan bagi perkembangan berkelanjutan. Ini artinya mereka akan dibekali kemampuan-kemampuan pedagogi, terutama untuk menjadi seorang pendidik pendidikan perdamaian. Dalam kurikulum pendidikan perdamaian yang sudah dimasukkan ke dalam program deradikalisasi, salah satu kurikulumnya adalah bagaimana mempersiapkan para mantan napi ini sebagai seorang tenaga pendidik pendidikan perdamaian di masyarakat nantinya.

Mengapa hal ini penting? Menurut penulis, setiap ada mantan napi yang bebas dan kembali ke masyarakat, mereka mengalami disorientasi sosial. Dengan stigma sebagai mantan napi teroris, sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan untuk sekedar mendapatkan pengakuan dari sesama anggota masyarakat.

Atas dasar inilah, penulis merasa tugas pemerintah, dan BNPT juga tentunya, tidak selesai hanya sampai program deradikalisasi usai dan mantan napi teroris dibebaskan. Negara mempunyai kewajiban membina dan mengurus mereka agar bisa kembali berintegrasi secara positif di masyarakat. Jika tidak, sang mantan tahanan ini bisa saja kembali ke “profesi” lamanya sebagai teroris.

Ketika tidak ada pengakuan dan penerimaan kembali dari lingkungan masyarakat, para mantan napi ini sangat rentan untuk kembali ke kehidupan lamanya. Ini yang terjadi pada Aman Abdurrahman, dan banyak napi teroris lainnya setelah mereka bebas. Apalagi, tidak ada aturan hukum tentang post-release monitoring seorang napi teroris setelah mereka keluar penjara.

Penerimaan di masyarakat saja tidak cukup bagi mereka. Mereka harus diberdayakan seperti halnya anggota masyarakat lain. Program deradikalisasi harus membuat kurikulum yang berguna bagi pengembangan soft maupun hard skill mereka, yang dapat mereka gunakan jika sudah bebas nanti.

Di sini pengembangan kurikulum pendidikan perdamaian dalam program deradikalisasi menjadi penting. Program deradikalisasi akan mengajarkan bagaimana cara untuk menjadi pendidik-pendidik pendidikan perdamaian di masyarakat yang berguna bagi Education for Sustainable Development.

Berperan di Masyarakat

Sekarang adalah bagian yang menarik. Apakah mantan napi teroris dapat berubah 180 derajat dari penyebar kebencian dan kematian, menjadi pendidik tentang kedamaian dan cinta kasih di masyarakat? Jawabannya ada di seberapa efektifnya kurikulum pendidikan perdamaian yang akan diintegrasikan ke dalam program deradikalisasi.

Di akhir pendidikan tentang kurikulum pendidikan perdamaian, setiap peserta akan diajarkan untuk bagaimana mengaplikasikan pendidikan yang sudah diajarkan ke dalam lingkungan masyarakatnya nanti. Mereka akan belajar ilmu tentang mengajar sehingga akan menjadi efektif nanti ketika mereka sudah bebas dan menjadi pendidik pendidikan perdamaian di masyarakat.

Ketika para mantan napi teroris sudah bebas, pemerintah harus dengan cepat menginstruksikan Kementerian Sosial atau lembaga terkait lainnya, untuk mempekerjakan mereka sebagai tenaga pendidik kurikulum pendidikan perdamaian yang mereka sudah kuasai saat menjalani program deradikalisasi. Kementerian Sosial dapat membantu program ini karena kementerian ini pun memiliki tugas memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang sifatnya non-pendidikan formal.

Untuk sementara, para pendidik ini akan ditampung di kementerian ini untuk nantinya diterjunkan langsung ke masyarakat untuk memberikan edukasi tentang perdamaian. Selain itu, para pendidik ini juga dapat disebarluaskan ke daerah melalui dinas sosial daerah, untuk nantinya ikut terlibat dalam program-program sosial dinas tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi kementerian atau lembaga pemerintah lainnya yang memiliki program serupa.

Penulis melihat bahwa upaya memberdayakan para mantan napi terorisme seperti ini akan sangat berguna dalam menyelesaikan polemik tentang bagaimana nasib mereka setelah bebas. Dana yang dibutuhkan pun tidak banyak karena dasarnya mereka hanya “nebeng” pada program-program kementerian yang sudah ada.

Dampak positifnya pun akan semakin banyak, terutama citra pemerintah di mata masyarakat bahwa ternyata program deradikalisasi sangat berhasil, tidak hanya dengan menghilangkan paham kekerasan dan teror yang ada pada pelaku, tetapi juga sampai menjadikan mereka berbalik 180 derajat menjadi orang-orang yang mengajarkan budaya damai dan perilaku yang baik kepada masyarakat.

Selain itu, salah satu tahap pelaksanaan deradikalisasi adalah mengimplementasikan salah satu dari desain komponen deradikalisasi, yaitu resosialisasi. Dalam tahap resosialisasi inilah pendidikan perdamaian dapat berperan sebagai kurikulum yang mempersiapkan para mantan napi teroris sebagai tenaga-tenaga pendidik pendidikan perdamaian di masyarakat.

Secara khusus, resosialisasi adalah upaya pembinaan kepribadian dan kemandirian yang integratif untuk mengembalikan mereka sebagai warga masyarakat yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembinaan kepribadian meliputi pembinaan psikologis, yaitu untuk membangun rasa percaya diri, bergaul, dan berinteraksi dengan masyarakat secara keseluruhan.

Pembinaan keagamaan untuk memperkuat pemahaman dan pengalaman ajaran agama yang moderat, damai, dan menghargai perbedaan. Sedangkan pembinaan kemandirian memberikan pelatihan-pelatihan keahlian sesuai dengan minat dan bakat para napi agar dapat dipergunakan untuk melanjutkan kehidupan mereka selepas penjara nanti (Surya Bakti, 2014).

Pembinaan kemandirian adalah tempat di mana pendidikan perdamaian dapat masuk, terutama konten tentang bagaimana memasukkan muatan-muatan pendidikan yang optimal bagi para napi. Seorang pendidik pendidikan perdamaian harus mampu mengembangkan ketrampilan dan kualitas mereka yang diajarnya dalam sebuah lingkungan pendidikan yang damai. Untuk itu, para pendidik harus mengalami transformasi personal terlebih dahulu agar mereka mampu menjadi agen-agen pembawa pesan damai yang kredibel (Castro & Galace, 2010).

Dalam program deradikalisasi, transformasi personal adalah saat para mantan napi, dari yang sebelumnya didoktrin untuk kejam, tak berperasaan, dan penuh kekerasan, sudah mengalami proses indoktrinasi ulang. Setelah belajar toleransi dan saling menghargai sesama manusia, mereka berubah menjadi orang yang cinta damai.

Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai cikal bakal pendidikan perdamaian, khususnya untuk kelak menjadi tenaga pendidiknya di masyarakat. Bagaimanapun, para mantan napi adalah warga kita juga. Sebagai anggota masyarakat yang baik, sudah seharusnya kita menerima mereka kembali dengan tangan terbuka.

Penulis:  Jerry Indrawan, M.Si (Han) Dosen Politik Pertahanan UPN “Veteran” Jakarta

Share.

Comments are closed.