Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba Makin Ganas, TNI Perlu Dilibatkan

0

Jakarta, Teritorial.Com – Masih mampukah polisi mengatasi peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Melihat statistik peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang terus meningkat, polisi sepertinya sudah kewalahan. Oleh sebab itu saatnya TNI dilibatkan dalam perang melawan narkoba. Pemerintah yang saat ini sedang merumuskan revisi UU Narkotika diharapkan mengadobsi pelibatan TNI dengan pembagian tugas diatur sesuai kebutuhan dan fungsi pokok masing-masing.

Tak perlu lagi kata bermanis-manis, atau kata yang dihalus-haluskan. Berdasarkan statistik yang ada, jelas bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Ini artinya, polisi dengan ujung tombak Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah tidak mampu memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Bagi polisi dan BNN, pernyataan seperti ini mungkin menyakitkan, mengingat hasil tangkapan mereka juga tidak kurang hebatnya. Publik misalnya sangat tahu sejumlah gebrakan berani yang dilakukan polisi.

Sebut misalnya penumpasan Kampung Ambon yang yang dikenal sebagai kampung narkoba yang selama bertahun-tahun tidak tersentuh. Penumpasan Kampung Ambon di Jakarta kemudian melebar ke penumpasan kampung narkoba di beberapa daerah seperti Medan dan lain sebagainya.

Publik juga sangat mengapresiasi gebrakan BNN ketika menggerebek produksi dan peredaran narkoba cair yang dikemas dalam botol air mineral di Diskotek MG International Club di Jakarta Barat.

Yang lebih hebat lagi adalah kemampuan polisi menangkap penyeludupan narkoba lewat jalur laut sebesar 1,6 ton dan 3 ton.

Namun, pada sisi lain, fakta peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tetap memprihatinkan karena grafiknya terus meningkat.

Berdasarkan penelitian BNN bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia periode 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau setara dengan 3,8 – 4,2 juta orang. Proyeksi angka prevalensi internasional sebesar 2,32 persen.

Kondisi ini naik dibandingkan angka prevalensi di Indonesia tahun 2008 yang mencapai 0,21 persen..

“Bila kondisi tersebut dibiarkan, maka tingkat prevalensi pada 2015 akan mencapai 2,8 persen. Artinya pengguna narkoba bisa tembus di angka 5,1 juta orang,” kata Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V. Sambudiyono dalam Raker Pemberdayaan Alternatif untuk Memerangi Narkoba di Pekanbaru, Maret 2013 lalu.

Oleh sebab itu, Sambudiyono, jauh-jauh hari mengimbau agar semua pihak harus bersama-sama memberantas peredaran narkoba. “Narkoba ini lebih jahat dari terorisme,” jelasnya.

Apa yang dikhawatirkan Sambudiyono, menjadi kenyataan sekarang ini. Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso saat berkunjung di Pondok Pesantren Blok Agung Banyuwangi Senin (11/1/2016) menyebut, jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang.  Sebuah angka yang melebihi prediksi Sambudiyono. Pada bulan Juni 2015 pengguna narkoba masih di angka 4,2 juta, tetapi dan pada November tahun yang sama meningkat signifikan hingga 5,9 juta.

Seperti Sambudiyono, Budi Waseso juga khawatir dengan meningkatnya pengguna narkoba. Karena itu, pada tahun 2015 itu juga, Budi Waseso mengatakan Indonesia sudah berada dalam situasi darurat bahaya narkoba.

Presiden Jokowi ketika itu merespons kekhawatiran Budi Waseso dengan mendukung hukuman mati bagi pengedar narkoba. Salah seorang gembong narkoba Fredy Budiman adalah salah satu korbannya.

Tetapi apa yang kemudian terjadi? Angka penyalahgunaan narkoba tak berhenti, malah terus meningkat. Berdasarkan data BNN 2016, angkanya sudah mencapai 6,4 juta jiwa. Presiden Jokowi kemudian merespons lagi dengan mengatakan tembak mati saja pengedar narkoba itu. Pernyataan sama juga dikemukakan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.

Tetapi pernyataan tembak mati itu tidak menakutkan. Terbukti, penyeludupan terus bermunculan. Kasus besarnya adalah penyeludupan narkoba yang disembunyikan dalam softek, dan yang paling heboh adalah penyeludupan narkoba sebesar 1,6 ton dan 3 ton melalui jalur laut.

Ini membuktikan bahwa kerja keras BNN dan aparat kepolisian seolah tidak berkorelasi dengan penetrasi gembong dan pengedar narkoba yang terus bergerak melebarkan pasar sehingga pengguna narkoba terus bertambah.

Ini sekaligus membuktikan bahwa BNN dan aparat kepolian lainnya yang menangani pemberantasan narkoba selama ini tidak cukup kuat melawan derasnya arus peredaran narkoba di Indonesia.

Fakta ini juga menjadi petunjuk valid bahwa perlu atau malah harus ada bentuk penanganan baru dalam upaya memberantas narkoba.

Libatkan TNI

Salah satu bentuk pananganan baru yang perlu dipikirkan dalam memerangi narkoba adalah melibatkan TNI. Pemikiran seperti ini pernah dikembangkan oleh Kepala BNN Budi Waseso.

Yang lebih hebat lagi adalah kemampuan polisi menangkap penyeludupan narkoba lewat jalur

“Saya terpikir tugas berperang adalah TNI, kenapa tidak dilibatkan TNI masuk BNN untuk memerangi para bandar narkoba yang merusak generasi bangsa kita,” kata Budi Waseso, saat orasi ilmiah di Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (2/10/2017) lalu.

Pelibatan TNI ini menjadi urgen karena ada, penyeludupan narkoba dalam jumlah besar sebagaimana terjadi belakangan ini, diduga tidak lagi sekadar ulah para penjahat narkoba, atau tidak lagi sekadar peristiwa kriminal, melainkan sudah masuk ke ranah politik.

China menjadi salah satu negara yang harus menjadi sorotan dalam hal ini. Sebab penyeludupan 1,6 ton sabu yang ditangkap beberapa waktu lalu diangkut oleh kapal dari China. Budi Waseso memang pula mengatakan bahwa narkoba yang masuk ke Indonesia salah satunya berasal dari China. Bahkan bukan hanya salah satu.  China, seperti dikemukakan Kabag Humas BNN Kombes Sulistriandriatmoko, adalah pemasok 80 persen narkoba ke Indonesia.

China bisa menjadi pemasok utama, karena pemerintah China tidak melarang warganya memproduksi narkoba, asal tidak diedarkan di dalam negeri China.

Upaya menghentikan penyeludupan narkoba dari China ke Indonesia, sesungguhnya bisa dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan otoritas yang menangani industri narkoba di China. Bentuk kerja sama itu misalnya bisa dalam bentuk memberikan informasi mengenai kemana saja pengiriman narkoba yang diproduksi.

BNN memang pula pernah melakukan pertemuan dengan otoritas itu yakni National Narcotics Control Commission (NNCC) China. Keduanya sepakat meningkatkan kerja sama di bidang narkotika.

Tetapi kerjasama seperti ini sulit diandalkan, sebab suka atau tidak, dana hasil perdagangan narkoba berguna bagi pemerintah China untuk mempertebal pundi-pundi devisa-nya. Terbukti penyeludupan terus saja terjadi.

China yang saat ini tengah sibuk-sibuknya  membangun negaranya mewujudkan ambisi menjadi negara adidaya menyaingi Amerika Serikat, membutuhkan banyak devisa.

Berapa banyak devisa yang bisa diperoleh China dari Indonesia dengan menutup mata terhadap penyeludupan narkoba ke indonesia? Mari berhitung.

Penyeludupan narkoba  ke Indonesia yang berhasil ditangkap, menurut mantan Deputi Penindakan BNN, Benny Jozua Mamoto hanya 10 persen dari total penyeludupan. itu berarti penyeludupan 1,6 tomn dan 3 ton yang tertangkap baru-baru ini sangat kecil.

Kalau penyeludupan yang 1,6 ton ditambah lagi 3 ton, hanya 10 persen, maka yang lolos jauh lebih besar.

Nilai devisa yang bisa ditangguk pemerintah China dengan sendirinya sangat besar.  Harga eceran satu gram sabu di Jakarta mencapai Rp1,6 juta. Satu ton sabu dengan demikian bernilai Rp1,6 triliun. Penangkapan terbaru adalah 4,6 ton. Nilainya sama dengan Rp7,6 triliun.

Kalau jumlah itu hanya 10 persen dari total seludupan, maka total seludupan mencapai 36,8 ton. Nilai uangnya mencapai Rp36,8 trilun.

Kalau satu bulan penangkapan mencapai 4,6 ton seperti penangkapan baru-baru ini, maka yang tidak tertangkap adalah 36,8 ton per tahun. Nilai uangnya mudah dihitung yakni Rp36,8 trilun per bulan dikali 12 bulan sama dengan Rp441,6 triliun per tahun. Sebuah angka yang sangat fantastis, yang tentunya sangat berguna menambah pundi-pundi devisa pemerintah China.

Karena itu sangat patut diduga, pemerintah China bisa saja pura-pura tidak tahu atau tutup mata atas penyeludupan itu. Kecurigaan seperti itu masuk akal karena ada presedennya, yakni apa yang dikenal sebagai perang candu. Yakni cara busuk Inggris menguasai China dengan terus menyeludupkan candu ke China secara besar-besaran.

Segala langkah pemberantasan yang dilakukan China termasuk perang, tidak membuahkan hasil, sampai akhirnya China meminta berunding. Dalam perundingan, Inggris sebagai penyeludup candu bukannya minta maaf, sebaliknya malah mengajukan syarat. Syarat itu diterima China, yang salah satunya adalah menyerahkan Hongkong ke tangan Inggris.

Tidak tertutup kemungkinan China tengah menduplikasi cara busuk Inggris untuk menaklukkan dan akhirnya menguasai Indonesia.

Sebab, jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi pasar bernas bagi produk-produk China dan kekayaan alam indonesia menjadi sumber bahan baku untuk menggerakkan industri China.

Dengan membanjirnya narkoba dari China ke Indonesia, selain mempertebal pundi-pundi devisa china, suatu saat  pemerintah Indonesia akan gelisah seperti pemerintah China yang gelisah ketika Inggris terus membanjiri China dengan candu.

Kegelisahan ini pada saatnya akan dijadikan alat bergaining oleh China untuk memaksakan kehendaknya di Indonesia.

Oleh sebab itu, penyeludupan narkoba dari China ke indonesia rasanya tidak memadai lagi apabila ditafsirkan hanya sebagai peristiwa kriminal. Setidaknya patut diduga, penyeludupan narkoba terutanma dari China itu sudah bercampur dengan persoalan-persoalan politik untuk mengendalikan Indonesia, alias merampas kedaulatan Indonesia

Dalam pespektif ini, upaya  menghentikan peredaran narkoba di Indonesia tidak cukup lagi dengan tindakan seperti yang dilakukan polisi selama ini. Sudah saatnya ada tindakan yang lebih komprehensif dengan melihat penyeludupan tidak sekadar peristiwa kejahatan biasa, melainkan juiga kejahatan politik karena bertujuan melemahkan bangsa dan menguasa negara Indonesia. Dalam kontek inilah dinilai sudah merupakan  keharusan melibatkan TNI. Istilahnya bukan lagi memberantas narkoba tetapi berperang melawan narkoba.

Seperti apa bentuk pelibatan TNI? Inilah yang perlu diadobsi dalam revisi UU Narkotika yang sekarang sedang dirumuskan pemerintah dan sudah dijadikan DPR sebagai programn prioritas legislatif tahun 2018.

Tulisan ini pernah di posting di web Nusantara. News pada Kamis, (1/3/2018).

Share.

Comments are closed.