Kediri, Teritorial.com – Aktivitas penerbangan komersial bandar udara (bandara) Gudang Garam Kediri yang rencananya segera beroperasi dinilai bisa mengancam proses latihan tempur Lanud Iswahjudi Magetan, Jawa Timur.
Hal itu mengingat selama ini kawasan langit di atas bandara Kediri merupakan area pesawat tempur (Fighter Aircraft) Lanud Iswahjudi melakukan latihan manuver.
Jika bandara Kediri beroperasi, yakni ditargetkan tahun 2024, sejumlah pesawat tempur TNI AU, yakni seperti F-16 Fighting Falcon dan T-150 Golden Eagle dipastikan tidak bisa terbang lagi di atas langit Kediri.
Pengamat penerbangan Marsekal Madya (Marsdya) Purnawirawan (Purn) Eris Herryanto mengatakan harus ada win win solution untuk menangani permasalahan penerbangan yang timbul.
“Sebagai upaya agar bandara (Bandara Kediri) tetap bisa beroperasi dan latihan TNI AU dapat tetap berjalan,” kata Eris Herryanto dalam keterangan rilisnya kepada wartawan Jumat (15/9/2023).
Disampaikan dalam rilis, permasalahan yang muncul akibat segera beroperasinya bandara Kediri, sebelumnya telah diungkapkan oleh pihak Lanud Iswahyudi. Komandan Wing Udara 3 Lanud Iswahjudi, Kolonel Penerbang I Gusti Made Yoga Ambara menyatakan wilayah udara di atas Bandara Kediri selama ini menjadi area latihan manuver pesawat tempur yang diterbangkan.
Beroperasinya Bandara Kediri menurutnya akan membuat pesawat tempur TNI AU F-16 Fighting Falcon dan T-50 Golden Eagle tidak bisa terbang lagi di langit Kediri. Konsekuensinya, ruang udara latihan TNI AU harus dipindahkan.
Dalam paparan pada “Media Tour Dirgantara” di Lanud Iswahjudi, Kolonel Yoga mengatakan pemindahan lokasi latihan akan membengkakkan biaya operasional latihan tiga kali lipat.
Disebutkan, biaya latihan yang semula sebesar 10 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp152 juta per jam akan bengkak menjadi 30 ribu dolar AS atau setara Rp457 juta per jam.
Lokasi latihan dimungkinkan akan berpindah ke ruang udara di wilayah Selatan Lanud Iswahyudi. Menurut Marsdya Eris Herryanto, ada empat solusi untuk mengatasi persoalan yang terjadi.
Pertama, dengan mengatur penggunaan ruang udara di atas langit Kediri. Mantan penerbang tempur F-16 Fighting Falcon yang berdinas 20 tahun di Lanud Iswahyudi itu mengatakan, perlu adanya kesepakatan bersama terkait rute penerbangan, ketinggian pesawat menuju maupun dari Bandara Kediri, serta waktu.
“Dalam hal ini oleh Air Traffic Controller (ATC) bandara, dan TNI-AU,” terangnya. dan TNI AU,” terangnya.Air Traffic Controller (ATC) bandara, dan TNI-AU,” terangnya.
Eris yang juga pernah menerbangkan jet tempur F-5 Tiger selama 15 tahun menyebut solusi kedua dengan memakai sistem blok waktu terhadap pesawat yang akan lepas landas (take off) maupun mendarat (landing). “Baik dari maupun ke bandara,” ujarnya.
Solusi ketiga yakni Kemenhub harus melakukan pengadaan atau memfasilitasi instalasi radar yang berfungsi mengcover seluruh wilayah udara di langit wilayah Kediri.
Radar, kata Eris memiliki fungsi yang sangat penting untuk mengatur lalu lintas udara. “Agar wilayah udara dapat digunakan secara bersama-sama, baik oleh penerbangan sipil maupun militer,” ungkap Eris yang memiliki pengalaman 2200 jam terbang di berbagai pesawat tempur.
Solusi yang keempat, Eris mengutarakan perlunya Kemenhub membuat rute udara (air route) untuk kedatangan (coming) dan keberangkatan (going) dari dan ke bandara.
Yakni rute udara yang tidak mengganggu prosedur penerbangan TNI AU. Eris berharap empat solusi usulannya dapat dijadikan pertimbangan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).
Ia juga mengingatkan jika Lanud Iswahjudi selama ini dikenal sebagai “Home of Fighters” atau jantung pertahanan udara nasional. Karenanya semua pihak diharapkan mengedepankan ketelitian dan kehati-hatian.
“Semoga ketika negosiasi antara pihak bandara dan TNI AU dapat menghasilkan win-win solution,” pungkasnya.win-win solution,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pembangunan Bandara Dhoho Kediri ditargetkan selesai tahun ini. Rencananya, bandara yang seluruh pembiayaan berasal dari PT Gudang Garam.Tbk melalui anak perusahaan PT Surya Dhoho Investama itu, akan beroperasi pada tahun 2024.
Informasi yang dihimpun, hingga saat ini proses pembangunan telah mencapai 94,31 %. Bandara Kediri akan memiliki terminal penumpang seluas 18.000 meter persegi.
Dengan terminal penumpang seluas itu, Bandara Kediri mampu menampung 1,5 juta orang per tahun. Keberadaan Bandara Kediri nantinya bisa dimanfaatkan untuk penerbangan komersial, umrah dan haji.