Peningkatan Tren Impor Bahan Pangan, Pemerintah Gerus Devisa Negara

0

Jakarta, Teritorial.com – Kebijakan impor yang belebihan dari pemerintah tuai kritik pedas dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berdampak kepada devisa negara. Hal tersebut membuat devisa negara perlahan mulai tergerus hingga membuat defisit neraca perdagangan.

Pakar ekonomi Indef bernama Ahmad Heri Firdaus mengatakan, defisit neraca perdagangan dari sektor pertanian sudah terjadi sejak 2007, silam. Atas dasar kondisi itu, Ia menilai pemerintah terlalu banyak membuang kesempatan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Alih-alih janji perbaikan dengan beralih pada penguatan basis lokal sejak tahun 2015 lalu yang terjadi justru sebaliknya, “Sektor pertanian membuang devisa negara. Kebijakan impor ini tidak memberikan dampak outpot sektoral maupun komoditi dari industri pengolahan tersebut,” ujar Ahmad Heri Firdaus di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Lebih lanjut Ia menerangkan, bahwa neraca perdagangan Indonesia masih memiliki tren negatif, hal ini sejalan dengan nilai tukar Rupiah yang kian melemah ketika berhadapan dengan supermasi dollar Amerika. Lantaran, rendahnya ekspor sektor pertanian yang dilakukan oleh Indonesia. Indef mencatat pertumbuhan impor sektor pertanian masih 50%, sedangkan ekspor tumbuh hanya 8%.

“Neraca perdagangan kita masih negatif trennya. Dimana daya saing dari komoditas ekspor kita lemah. Kalau tarik di hulunya. Maka daya saing turun dan industri produktivitas tidak baik sehingga cenderung akan naik ketergantungan impor itu terbukti dimana daya saing barang-barang domestik itu lemah,” paparnya.

Tidak hanya itu, Indef mencatat lebih dari 60% bahan baku industri makanan pun harus dipenuhi dari impor. Apalagi, pemerintah terus mengupayakan ketersediaan beras, garam, kedelai, cabai serta beberapa pokok bahan pangan utama lainnya guna memenuhi stok ketersediaan pangan nasional. (SON)

Share.

Comments are closed.