Warga Korban Gempa Donggala Meninggal Dunia karena Kelaparan

0

Donggala, Teritorial.Com – Seorang warga, korba dampak gempa dan tsunami di Desa Malei, Kecamatan Balaisang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) dikabarkan meninggal dunia akibat kelaparan.

Hal itu diketahui dari salah seorang warga bernama Harjo, 38. Harjo sendiri adalah korban, asal Desa Malei, tentangga desa korban yang disebutkan meninggal karena kelaparan. Harjo menceritakan bagaimana kondisi memperihatikan ribuan warga korban bencana di tujuh desa di kecamatan Balaisang Tanjung, Donggala, yang tak tersentuh bantuan logistik, berimbas dengan meninggalnya satu orang korban

Sebelum diketahui meninggal dunia, sambungnya, warga tersebut sempat turun ke kampung untuk mencari makanan. Tetapi sebagian warga di kampung yang mempunyai kios penjual beras juga turut mengungsi. Sehingga tidak sempat membeli beras.

“Saya kurang tahu usia tepatnya itu berapa tapi yang jelas dia itu laki-laki baru sudah lanjut usia. Diperkirakan mati kepalaran karena paginya, dia turun ke kampung cari makanan. Jadi sorenya begitu langsung meninggal diperkirakan mati kelaparan,” Harjo bercerita saat ditemui di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Sabtu (6/10).

Sayangnya Harjo mengaku kurang begitu mengingat nama jelas korban yang meninggal, pada Kamis (4/10) sore lalu itu. Lelaki yang berprofesi sebagai pedagang di kios-kios sederhana di desanya ini mengaku, dampak gempa berkekuatan 7,4 SR meratakan nyaris sebagian besar rumah-rumah, lahan perkebunan dan jalanan terjal masuk desa.

Letak tujuh desa berdampingngan di kecamatan setempat digambarkan Harjo, dikelilingi kawasan pegunungan. Di bawah gunung, desa berjajar sepanjang kawasan pesisir, tak begitu jauh dari bibir pantai. Sebagian besar warga desa, berprofesi sebagai nelayan dan berkebun. Jaraknya dari Kota Palu sekitar 120 kilometer membuat, desanya dan enam desa lainnya betul-betul terisolir dan jauh dari perhatian dan bantuan logistik.

“Sampai saya tinggalkan itu waktu kemarin (Jumat) sama sekali belum ada masuk logistik di sana. Itu di tenda-tenda pengungsian warga-warga disana, kelaparan itu orang. Sudah berapa hari dengan ini, warga saya liat terakhir ada saja yang makan pisang, singkong, itu saja yang dipakai bertahan hidup itu di tenda, itu pun tidak bisa cukup mungkin karena hanya kebun yang kita ambil,” jelasnya.

Saat gempa terjadi pada Jumat (28/9) lalu, ia sempat menyelamatkan ratusan jiwa. Dengan menggunakan mobil truk, warga setempat diangkut secara bergantian untuk menyelamatkan diri ke atas kawasan gunung. 

Desanya dan enam desa lain, memang tak terkena tsunami, namun dampak gempa, meluluhlantakkan sebagian besar bangunan semi permanen hingga lahan perkebunan milik warga disana.

“Saya kurang tahu waktu saya tinggal desa itu sudah masuk bantuan atau belum, yang jelas terakhir sekali itu sampai masuk hari kelima kemarin dulu itu belum ada saya liat bantuan logistik, mau beras, mau apa-apa, belum ada yang saya lihat masuk,” lanjutnya bercerita.

Harjo sendiri harus menempuh kurang lebih delapan jam perjalanan melalui darat, dari desanya ke Kota Palu. Mewakili enam desa lainnya, kedatangannya hanya untuk melaporkan ke pemerintah setempat bahwa disana sama sekali belum tersalurkan bantuan logistik. Pusat distribusi logistik pasca bencana saat itu hingga sekarang ini dipusatkan di Makorem 132/Tadulako, Kota Palu.

Pemerintah Donggala lanjut Harjo, sama sekali belum memberikan perhatian terhadap kondisi di desanya dan enam desa lainnya. Harjo berharap, setelah melaporkan terkait kondisi desanya, bantuan logistik berupa beras, dan kebutuhan dasar lainnya hingga bantuan medis seperti obat-obatan bisa segera tersalurkan.

“Kalau terlalu lama, mau ditahan-tahan jangan sampai jatuh lagi korban-korban lain. Sudah kena musibah bencana, ada lagi nanti yang mati karena kelaparan, kan itu kasian sekali. Warga kita di sana butuh sekali itu, bantuan-bantuan logistik disana,” harapnya menutup.

Share.

Comments are closed.