Jakarta, Teritorial.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak kunjung tembus hingga 6% selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Terakhir, pada 2023, pertumbuhannya hanya sebesar 5,05%, lebih rendah dari realisasi 2022 sebesar 5,31%.
Padahal, berdasarkan catatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, untuk bisa menjadi negara maju atau berpendapatan tinggi, rata-rata pertumbuhan ekonomi harus 6% ke atas, dengan kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 30%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, industrialisasi itu memang penting untuk terus didorong supaya realisasi pertumbuhan ekonomi bisa lebih kencang dari yang saat ini. Namun, permasalahannya kontribusi manufaktur terhadap PDB terus menurun sejak era 2000.
Pada tahun 2002, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB mencapai 32%, dan terus merosot hanya menjadi 18,3% pada 2022. Pada 2023 pun kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB juga masih stagnan di kisaran 18%, yakni 18,67%.
“Memang kita lihat dibanding tahun 2000 size ekonomi kita membesar sehingga kontribusi industrinya relatif sekitar 20%,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Oleh sebab itu, Airlangga mengatakan, strategi yang akan digunakan untuk terus memperbesar peran industri manufaktur itu adalah dengan mengkombinasikan peranannya melalui integrasi dengan kinerja pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa.
Ia mengatakan, kombinasi industri pengolahan atau manufaktur dengan sektor perdagangan dan jasa sudah banyak dilakukan di negara-negara maju, untuk terus mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya.
Skema itu dikenal dengan istilah servicification. Mengutip catatan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, servisifikasi ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas jasa yang terkait manufaktur seperti kegiatan desain, riset dan pengembangan, serta purnajual.
Dengan demikian, meskipun kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan, namun kondisi tersebut belum membuktikan adanya gejala deindustrialisasi prematur.
“Jadi kalau kita lihat ke depan integrasi di negara maju sudah ada integrasi antara industri manufaktur dan perdagangan dan servicenya, sehingga sering disebut servisifikasi, terutama dengan teknologi digital,” kata Airlangga.
Dengan strategi integrasi sektor manufaktur dengan sektor perdagangan dan jasa, ia memastikan, kontribusinya ketiganya terhadap PDB akan tetap setara dengan kontribusi sektor manufaktur saat periode 2022 yang sebesar 32%.
“Kalau disatukan kontribusi sektor tersebut itu dekati 31%, jadi itu relatif solid dan kuat,” tegas Airlangga.