Prof Marsetio Ungkap Fakta Dibalik Arti Strategis Indonesia di Era Indo-Pasifik

0

Jakarta, Teritorial.Com – Menindaklanjuti perubahan kondisi lingkungan strategis keamanan kawasan yang dinamis, dalam orasi Ilmiahnya mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamanan TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio  membahas tema dinamika Keamanan Maritim yang bertajuk “Perubahan Tatanan Geomartim Pasca Perubahan INDOPACOM dan Implikasinya Terhadap Konflik Laut China Selatan dalam Prespektif Indonesia”.

Dihadapan seluruh tamu undagan Sidang Senat Terbuka Universitas Pertahanan, Pembukaan Studi S3 Ilmu Pertahanan dan Pengukuhan Guru Besar Laksamanan TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio bertempat di kantor Pusat Kementerian Pertahanan RI Jakarta Kamis (26/7/2018), pertama-tama Prof Marsetio mengucapkan rasa syukur sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mempercai penyematan gelar Profesor kepada dirinya.

Sebagai seorang praktisi senior di bidang Kemaritiman sekaligus pernah Menjabat sebagai orang nomor satu di TNI AL, Laksamana TNI (Purn) Marsetio tak bosannya mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang sangat strategis. Hal ini terbukti dari keberadaan 4 dari 9 Choke Point dunia yang beradi di Indonesia.

Itulah alasan mengapa Indonesia selalu dianggap penting oleh setiap negara-negara besar di dunia. Berulang kali Amerika Serikat menyatakan secara gamblang bahwa Indonesia dalam dinamika keamanan Asia-Pasifik yang kini berganti Indo-Pasifik merupakan negarayang bersinggunga langsung dengan “Pivot” area dimana apapun yang konstelasi politik yang terjadi di Indo-Pasifik akan sangat mempengaruhi posisi strategis pertahanan negara negara di dunia.

Untuk itulah akan sangat realistis jika Indonesia harus segera menjadi aktor utama  dalam konstelasi politik internasional dibalik agenda besar geomaritim AS yang dengan pertimbangan strategisnya menggeser dan menggantikan satuan komando teritorial USPACOM (U.S Pacific Command) menjadi USINDOPACOM (U.S Indo-Pacific Command).

Dalam perkembangan Diplomasi Maritim, sejauh ini Indonesia cukup terbilang menjadi negara di ASEAN yang sangat fokus terhadap Keamanan Maritim. “Kita patut mengapresiasi kinerja Kemhan RI Baru-baru ini yang mengupayakan gelar pasukan untuk pengamanan wilayah perbatasan laut secara besama melalui model Trilateral Action yakni dengan mengajak Joint Patrol ketiga negara ASEAN yang bersinggungan langsung secara perbatasan antara Indonesia, Malaysia dan Filiphina,” Tegas Prof Marsetio.

Adapun Hal yang harus diperhatikan oleh segenap stakeholders adalah cara bagaimana mencapai predikat sebagai neagra maritim yang maju dengan melewati terlebih dahulu tiga tahapan diataranya, Maritime Domain Awareness, Perkembangan geomaritim, geoekonomi, geostrategi dan tentunya juga geopolitik, dan terakhir soal kebijakan efektif pemerintah yang menentut akan pembentukan kebijakan yang efektif terpadu (Integrated government).

Dalam paparanya Porf Marsetio mengungkap sebuah data mengejutkan bahwa lebih dari 30% perdagangan dunia melintas di Laut China Selatan (LCS), 15 Juta Barrel minyak mentah melewati disepanjang samudera Hindia menuju Pasifik Barat, dan lebih dari 90.000 kapal tanker berlayar tiap tahunya. “Sudah semestinya Indonesia melihat hal tersebut sebagai peluang besar untuk memanfaatkan apa yang kita miliki, apa yang kita capai, dan apa yang akan kita bentuk menjadi sebuah keuntungan strategis bagi pemerintah dan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara luas,” Ujar Prof Marsetio.

Satu hal yang perlu digaribawahi adalah mengenai pandangan Indonesia terhadap polarisasi Great Power di Kawasan, baginya ada dua bentuk model great power yang kini berlangsung di Indo-Pasifik yakni Old Great Power dan The New Great Power, AS tetap memainkan pola Old Great Power sebagai neagra hegemon, sedangkan China memainkan skema The New Great Power sejak China digadang sebagai The New Emerging Power di kawasan.

Dalam persaingan strategis yang berlangsung,  keduanya jelas memainkan pola yang berbeda, AS lebih mengedepankan Fight Forces Strategy, sedangkan China kini cenderung dengan apa yang disebut Economic Power Influences dimana penekanannya lebih kepada pendekatan ekonomis tersturktur dengan mengajak komintmen setiap negara terhadap pola pembangunan dan kemajuan kerja sama ekonomi di kawasan. (SON)

Share.

Comments are closed.